Rumah Wisnu Widodo di Ponorogo, Jawa Timur ditutupi pagar tembok oleh tetangganya gegara ribut soal kotoran ayam. Kisruh ini menambah panjang daftar rumah-rumah yang juga heboh diblokade tetangga.
Kisah terbaru, Wisnu terpaksa lewat gang kecil sebagai akses masuk ke rumahnya. Gang itu pun hanya bisa dilewati oleh satu orang karena sempit dan diapit oleh dua bangunan rumah lain. Keluarga Wisnu pun mau tak mau terpaksa lewat gang ini.
Kades Gandu Kepuh Suroso menjelaskan awalnya Widodo dan Mistun, tidak ada permasalahan. Widodo membangun rumah di belakang, sedangkan dua saudaranya membangun dua rumah di bagian depan. Sementara itu, Mistun, yang kembali dari luar negeri, membangun rumah di belakang Widodo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Permasalahan muncul, kata Suroso, saat Widodo memelihara ayam pada 2016. Saat itu, ayam milik Widodo sering nyelonong ke rumah Mistun.
"Namanya ayam kan buang kotoran sembarangan. Nah, Mistun kadang menginjak kotoran ayam, marah," tutur Suroso saat ditemui detikcom di rumahnya, Sabtu (25/7/2020).
Akhirnya Mistun pun memagari keliling batas rumahnya dengan tembok setinggi 1 meter. Tujuannya agar ayam Widodo tidak ke rumahnya. Akibat tembok itu, Widodo pun sulit keluar-masuk rumah.
"Masalah sepele itu sudah pernah diselesaikan lewat pemdes hingga berujung ke pengadilan," terang Suroso. Sesuai putusan pengadilan 3 bulan lalu, kasus pagar ini dimenangkan oleh keluarga Widodo.
Tembok setinggi satu meter yang dibangun pasutri Mistun dan Edy itu harus dirobohkan.
Suroso menambahkan pihaknya juga akan mengirim surat ke Mistun untuk melakukan pembongkaran. Jika tidak digubris, pihaknya akan melakukan pembongkaran paksa dan didampingi polisi.
Nasib serupa dialami sejumlah warga yang terisolasi akibat 'tertutup' tembok tinggi.
Berikut 4 kisah lainnya:
Rumah Eko di Bandung
Rumah Eko Purnomo yang berada di RT 05 RW 06 Kampung Sukagalih, Desa Pasirjati, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung juga diblokade tetangganya hingga tidak memiliki akses jalan.
Rumah itu terkepung tembok sejak 2016. Pak Eko berjuang keras untuk mendapatkan akses jalan hingga akhirnya pasrah dan angkat kaki.
Namun pemerintah desa akhirnya turun tangan melakukan mediasi. Camat Ujungberung Taufik meminta tetangga Eko membongkar sebagian tembok untuk jalan masuk-keluar rumah tersebut.
"Nanti saya akan panggil pemilik rumahnya. Mau ambil solusi. Kalau mau, pemilik rumah membongkar untuk akses jalan karena Pak Eko juga punya hak. Kalau menyanggupi, ya silakan," kata Taufik.
Rumah Deny Akung di Bintaro
Rumah milik Deni Akung di Bintaro, Jakarta Selatan, ditembok warga. Warga hanya menyisakan celah pada tembok tersebut dan cuma bisa dilewati oleh satu orang.
Rumah Deni berlokasi di sekitar Perumahan Bukit Mas Bintaro, Jakarta Selatan. Warga yang mengatasnamakan Warga Peduli Bukit Mas (WPPBM) menyebut penembokan depan rumah Deni Akung dilakukan karena rumah tersebut menghadap ke Perumahan Bukit Mas.
Padahal rumah yang ditempati Deni masuk wilayah Jalan Mawar, RW 05 Kelurahan Bintaro, Kecamatan Pesanggrahan, Jaksel. Karena itu, warga menolak bila rumah tersebut tetap dibiarkan menghadap ke perumahan.
Sedangkan Deni Akung menyebut membeli rumah itu pada 27 Mei 2015 dari pemilik sebelumnya bernama Heru. Dia menegaskan sudah mengantongi kelengkapan surat kepemilikan, termasuk izin mendirikan bangunan (IMB), dari pemilik lamanya.
Wali Kota Jakarta Selatan, yang saat itu dijabat Tri Kurniadi, mengusulkan membangun jalan baru untuk mencapai titik temu warga dan Deni Akung. "Ya, berdamai. Dengan damai, selesai (persoalan). Kita bangun jalan missing link (tersebut). Maka jadi win-win solution," ujarnya.
Rumah Warga di Pulomas
Warga Kampung Baru RW 07, Kayu Putih, kini kesulitan jika ingin bepergian melalui Jalan Pulomas Selatan, Jakarta Timur. Akses menuju Jalan Pulomas Selatan itu kini ditutup dengan tembok-tembok beton setinggi 2,5 meter.
Ada papan peringatan yang bertulisan 'Tanah ini milik PT NTF. Bagi yang tidak berkepentingan dilarang masuk atau melintas'. Akibatnya, warga terpaksa mengambil rute lebih jauh jika ingin ke Jalan Pulomas Selatan.
Anggota DPR dari Fraksi Hanura Nurdin Tampubolon mengaku selaku pemilik lahan kosong di balik tembok beton tersebut. Namun ia menampik jika dikatakan mempersulit warga terkait akses ke jalan raya.
"Itu benar Jalan MHT milik pemda dulu dan mereka tak ada kesulitan masalah akses, aman semua," ujar Nurdin saat dihubungi, Kamis (3/8/2017).
Lahan kosong tersebut, kata Nurdin, akan digunakan untuk perkantoran. Ia juga mengaku sudah mensosialisasikan kepada warga soal akses jalan
Rumah 3 Keluarga di Mojokerto
Rumah milik keluarga Sarmin (48)-Kasmiati (49), Kaslan (60)-almarhum Sutinah (50) mertua Sarmin, serta Kodisun (25)-Susiati (23) adik ipar Sarmin terisolasi akibat pembangunan fasilitas umum.
Rumah yang berlokasi di Desa Kalikatir, Gondang, Mojokerto, Jawa Timur, itu tidak memiliki akses jalan karena pemerintah desa membangun pagar setinggi lebih dari 1 meter mengelilingi lapangan bola voli. Pembuatan pagar ini justru menutup satu-satunya akses jalan bagi tiga keluarga di RT 3 RW 1 Dusun/Desa Kalikatir. Pagar tersebut dibangun pemerintah desa setempat pada April 2017.
Kondisi ini tak lantas membuat Sarmin sekeluarga pasrah. Bapak dua anak ini melayangkan protes mulai Pemerintah Desa Kalikatir, Camat Gondang, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), hingga Ombudsman Jatim. Namun pagar tetap mengisolasi rumah mereka.
"Saat Ombudsman datang ke sini, Kades diberi waktu sebulan untuk membuka jalan bagi kami. Namun hingga tiga bulan berlalu, pagar tak dibongkar," terangnya.
Penjabat Kepala Desa Kalikatir Kusnadi berdalih pembangunan pagar lapangan yang menutup jalan Sarmin sekeluarga sudah menjadi kesepakatan warganya. Menurut dia, para korban penutupan jalan ini menolak saat diberi alternatif jalan yang lebih sempit. Mereka memilih melalui jalan lapangan yang merupakan aset Desa Kalikatir.
Pemerintah desa sempat membongkar tembok itu dan membuat pagar besi selebar 80 cm. Pagar besi itu sebatas untuk mengangkat jenazah. Kunci pagar besi akan disimpan pengurus karang taruna atau Pemerintah Desa Kalikatir.