Menteri PPA I Gusti Ayu Bintang Darmavati mengatakan sejak Januari hingga Juni 2020 terdapat 3.928 kasus kekerasan anak. Bintang menargetkan prioritas pemerintah 5 tahun ke depan adalah menurunkan angka kekerasan terhadap anak dan melindungi anak.
"Kalau kami mengacu pada data dari simponi PPA dari Januari hingga 17 Juni hampir 3.928 kasus kekerasan terhadap anak apakah itu kekerasan seksual, kekerasan fisik maupun kekerasan emosional, tapi hampir 55 persen memang itu terjadi kekerasan seksual," kata Bintang dalam acara anugerah KPAI 2020 yang disiarkan secara virtual, Rabu (22/7/2020).
Bintang menyatakan ada 4 hak dasar anak yang harus dipenuhi yaitu, hak untuk hidup, hak untuk berkembang, hak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan, eksploitasi dan hak partisipasi. Ia menyebut meski anak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan, tetapi berdasarkan survei nasional sebanyak 2 dari 3 anak Indonesia berusia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mengacu dari fakta-fakta ini merupakan fakta-fakta yang sangat memprihatinkan dan perlu menjadi perhatian kita semua karena data data ini merupakan data laporan. Artinya jumlah kasus yang terjadi secara real dapat jauh lebih banyak dari yang kita ketahui layaknya fenomena gunung es," ujarnya.
Bintang mengatakan untuk mewujudkan perlindungan terhadap anak, maka perlu kerja sama antara pemerintah dan masyarakat. Ia menyebut pemerintah memprioritaskan untuk menurunkan angka kekerasan terhadap anak pada 5 tahun ke depan.
"Meskipun berbagai tantangan terhadap perlindungan anak masih kita hadapi sesuai amanat Pak Presiden ini ada 5 isu prioritas yang kami laksanakan di 5 tahun ke depan, salah satunya adalah penurunan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak," ujarnya.
Bintang mengatakan berdasarkan Perpres nomor 65 tahun 2020 ada tambahan kewenangan bagi Kementerian PPA bagi tugas dan fungsinya mendapatkan tambahan penyedia layanan rujukan akhir bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Ia berharap dengan adanya Perpres tersebut harus makin menunjukan komitmen bersama untuk menciptakan sistem yang ramah anak.
Sementara itu Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan masa depan Indonesia nantinya akan berada di tangan anak yang kini berusia dini. Ia mencontohkan, misalnya saat ini anak berusia 10 tahun, maka pada tahun 2024 saat Indonesia emas berusia 35 tahun, bisa saja anak tersebut nantinya kelak menjadi presiden maupun menteri.
"Masa depan Indonesia yang berdaya saing dan unggul berada di tangan 30,1 persen penduduk yaitu 79,5 juta anak. Kita bayangkan kalau sekarang ada anak yang umurnya 10 tahun berarti nanti di tahun 2045 Indonesia emas itu dia berarti umurnya sekitar 35 tahun. Kalau dia 15 tahun berarti di tahun 2045 umurnya 45 tahun. Jadi bisa jadi anak itu menjadi presiden atau jadi menteri," kata Muhadjir.
Oleh karena itu, Muhadjir mengingatkan pentingnya melindungi dan merawat anak yang masih berusia dini. Sebab di masa yang akan datang anak tersebut bisa saja menjadi pemimpin bangsa.
"Jadi apa artinya kalau kita sekarang ini melindungi, memelihara, mengasihi anak, itu bayangkan kita sedang menanam tanaman yang nanti akan kita panen kira-kira 30-40 tahun yang akan datang untuk bangsa dan Indonesia. Bagaimana kita menanam, merawat, melindungi itu akan menentukan kira-kira dia nanti akan jadi apa 40 tahun yang akan datang di 2045 kalau kita membayangkan itu maka kita tidak ada pilihan lain maka kita betul-betul harus merawat, mengasihi anak-anak kita karena pada akhirnya yang menentukan Indonesia ini ya mereka bukan kita karena mereka yang menentukan zaman mereka bukan kita yang menentukan zaman mereka," kata Muhadjir.
(yld/hri)