Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) kembali mengagendakan sidang peninjauan kembali (PK) terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra. Sidang sebelumnya sempat ditunda 2 kali, akankah Djoko Tjandra hadir esok hari?
"Besok sidang jam 10.00 WIB," kata pejabat Humas PN Jaksel, Suharno, saat dihubungi, Minggu (19/7/2020).
Sidang PK tersebut telah dua kali ditunda, awalnya sidang PK tersebut digelar pada 29 Juni. Saat itu, pengacaranya, Andi Putra Kusuma menyampaikan surat keterangan sakit sehingga Djoko Tjandra tak bisa hadir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akan tetapi, dia tak merinci sakit apa yang diderita Djoko Tjandra. Hakim pun memutuskan sidang kembali digelar sepekan berikutnya yaitu pada 6 Juli.
Setelah sempat ditunda sepekan, sidang kedua peninjauan kembali Djoko Tjandra pun digelar kembali pada 6 Juli. Namun, Andi lagi-lagi meminta agar sidang tersebut kembali ditunda karena Djoko Tjandra tak bisa hadir karena sakit.
"Mohon izin, yang mulia, untuk hari ini pemohon PK belum bisa hadir dengan alasan masih sakit," ujar Andi Putra Kusuma sebagai kuasa hukum dari Djoko Tjandra dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (6/7).
Andi lantas menyorongkan surat keterangan dari klinik di Kuala Lumpur, Malaysia. Ketua majelis hakim Nazar Effriandi membacakan isi surat itu.
"Jadi pemohon tidak hadir. Ada surat dokter Steven, klinik Kuala Lumpur, dalam surat ini diterangkan bahwa Djoko Tjandra ini dalam masa perawatan selama 8 hari terhitung tanggal 1 bulan 7 sampai tanggal 8 bulan 7. Surat dikeluarkan tanggal 30," kata Nazar.
Hakim menekankan agar Djoko Tjandra datang dalam persidangan selanjutnya. Nazar memberikan kesempatan akhir bagi Djoko Tjandra untuk hadir di persidangan.
"Perlu dicatat ini kesempatan terakhir ya, kita tidak lagi menunggu-nunggu, dua minggu yang tidak hadir, mohon lagi, kapan selesainya. Sudah tiga kali diberikan kesempatan agar pemohon hadir ya. Kalau tidak hadir lagi kita lihat," kata Nazar.
"Majelis sudah mengingatkan agar pemohon supaya hadir pada dua minggu yang akan datang, kalau tidak hadir kita lihat persidangan mendatang," imbuh Nazar.
Hakim memutuskan sidang ditunda dan digelar kembali pada 20 Juli 2020. Sidang pun ditutup, esok hari merupakan sidang PK ketiga yang diajukan Djoko Tjandra, akankah dia hadir?
Diketahui berdasarkan catatan detikcom, Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012 mewajibkan pemohon PK hadir di pengadilan. SEMA ini ditandatangani Ketua MA tanggal 28 Juni 2012.
"Dalam SEMA tersebut, MA menegaskan bahwa permintaan PK yang diajukan oleh kuasa hukum terpidana tanpa dihadiri oleh terpidana harus dinyatakan tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dilanjutkan ke (MA)," demikian bunyi SEMA itu.
Hal ini berlaku bagi seluruh peradilan negeri/militer.
Djoko Tjandra sebelumnya membuat heboh lantaran pada 8 Juni 2020 datang ke PN Jaksel padahal diketahui menghilang dengan status buron sejak 2009. Bahkan Djoko Tjandra sempat membuat KTP sebelum mengajukan PK di PN Jaksel itu. Nama dalam KTP itu tertulis Joko Soegiarto Tjandra.
"Joko Tjandra mengajukan PK tanggal 8 Juni 2020 menggunakan KTP yang baru dicetak pada hari yang sama," ujar Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman dalam keterangannya, Senin (6/7).
Perihal pembuatan e-KTP dengan nama Joko Tjandra, Lurah Grogol Selatan, Asep Subahan diduga terlibat dalam membantu pengurusan e-KTP. Belakangan diketahui identitas e-KTP itu dijadikan sebagai syarat untuk mendaftar PK ke PN Jaksel pada 8 Juni.
Menkum HAM Yasonna Laoly membenarkan Djoko Tjandra sempat mendaftarkan peninjauan kembali (PK) di PN Jaksel seperti yang disampaikan kuasa hukumnya. Usai heboh penerbitan e-KTP oleh Lurah Grogol Selatan, Djoko Tjandra juga sempat membuat paspor di kantor Imigrasi Jakarta Utara.
Namun belakangan, paspor tersebut sudah ditarik kembali dan dikirimkan oleh kuasa hukumnya. Tak hanya itu, kehebohan Djoko Tjandra selanjutnya adalah saat Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mengungkap surat jalan Djoko dari Jakarta ke Pontianak.
Surat jalan tersebut diketahui dibuat oleh Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo. Polri langsung bergerak cepat dan membuat tim khusus untuk mengusut kasus itu. Hasilnya, Brigjen Prasetijo dinyatakan melanggar kode etik dan dicopot dari jabatannya, serta di-nonjob-kan di Yanma Polri.
Kemudian dua anggota Polri lainnya juga dicopot buntut dari kasus Djoko Tjandra tersebut, Brigjen Nugroho Wibowo dicopot dari jabatan Sekretaris NCB Interpol Indonesia, dan Irjen Napoleon Bonaparte dari jabatan Kadiv Hubinter Polri.
Ada lagi kabar yang menyebut salah satu staf Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri dikabarkan terlibat membuat dokumen surat bebas Corona (COVID-19) untuk Djoko Tjandra sebagai salah satu persyaratan perjalan selama pandemi Corona. Berdasarkan surat yang beredar di sosial media, Surat sehat Djoko Tjandra diteken dr Hambektahunita yang ditulis menjabat sebagai pembina.
Mabes Polri pun turun tangan mengecek kebenaran kabar itu. "Nanti ikut dimintai keterangan. Untuk memastikan tentang surat tersebut," kata Argo Yuwono saat detikcom mengkonfirmasi surat sehat Djoko Tjandra, Kamis (16/7).
Tidak hanya Polri, Jaksa Agung ST Burhanuddin turut turun tangan untuk mengusut kasus Djoko Tjandra ini. Kejagung memeriksa Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kajari Jaksel) Nanang Supriatna.
Pemeriksaan dilakukan saat beredarnya informasi adanya pertemuan kuasa hukum Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, dengan Nanang.
"Iya sekecil apa pun informasi, saya akan klarifikasi kepada yang bersangkutan dan apabila benar, akan dilakukan pemeriksaan sesuai aturan yang ada," ujar Burhanuddin saat dimintai konfirmasi detikcom, Kamis (16/7).
(yld/dhn)