Tim Advokasi Novel Baswedan menilai vonis 2 dan 1,5 tahun penjara terhadap dua penyerang Novel Baswedan itu menguntungkan terdakwa. Sebab, Tim Advokasi menilai dengan vonis itu maka kedua terdakwa tidak akan dipecat dari instansi Polri.
"Nyaris tidak ada putusan yang dijatuhkan terlalu jauh dari tuntutan, kalaupun lebih tinggi daripada tuntutan. Misalnya tidak mungkin hakim berani menjatuhkan pidana 5 tahun penjara untuk terdakwa yang dituntut 1 tahun penjara. Mengapa putusan harus ringan, agar terdakwa tidak dipecat dari Kepolisian dan menjadi whistle blower/justice collaborator. Skenario sempurna ini ditunjukkan oleh sikap terdakwa yang menerima dan tidak banding meski diputus lebih berat dari tuntutan penuntut umum," kata salah satu anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Jumat (17/7/2020).
Kurnia mengaku pihaknya tidak kaget dengan skenario itu. Sebab, Kurnia sudah menduga sejak awal persidangan itu memang diatur untuk menguntungkan terdakwa. Hal itu terlihat jelas mulai dari dakwaan, barang bukti yang dihadirkan hingga pada tuntutan jaksa yang dinilai jauh dari fakta sebenarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penting ditegaskan kembali bahwa sejak awal persidangan Tim Advokasi Novel Baswedan sudah mencurigai proses peradilan ini dilaksanakan hanya untuk menguntungkan para terdakwa. Kesimpulan itu bisa diambil dari dakwaan, proses unjuk bukti, tuntutan Jaksa, dan putusan yang memang menafikan fakta-fakta sebenarnya," ungkapnya.
Kurnia menyebut putusan yang dijatuhkan hakim juga menguntungkan kepolisian. Sebab, kepolisian tidak bisa memecat kedua terdakwa yang merupakan anggota Polri aktif.
"Dengan dijatuhkannya putusan Hakim ini pihak yang paling diuntungkan adalah instansi Kepolisian. Sebab dua terdakwa yang notabene berasal dari anggota Kepolisian tidak mungkin dipecat dan pendampingan hukum oleh Divisi Hukum Polri-yang diwarnai dengan isu konflik kepentingan-pun berhasil dijalankan," sebutnya.
Untuk itu, Kurnia menyebut persidangan kasus Novel Baswedan itu menunjukan jika penegakan hukum di Indonesia tidak berpihak pada korban. Dengan putusan yang ringan itu, Kurnia khawatir kasus-kasus teror terhadap pegiat antikorupsi ke depan akan sulit terungkap.
"Maka dari itu, kami meyakini, di masa yang akan datang para penegak hukum, khususnya penyidik KPK, akan selalu dibayang-bayangi oleh teror yang pada faktanya tidak pernah diungkap tuntas oleh negara," tuturnya.
Tonton video 'Hakim: Tak Ada Unsur Penganiayaan Berat Dakwaan Primer Penyerang Novel':
Sebelumnya, majelis hakim menjatuhi hukuman berbeda kepada Ronny dan Rahmat. Ronny divonis pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan, sedangkan Rahmat 2 tahun penjara.
Hakim menyatakan Ronny dan Rahmat bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan berat kepada Novel Baswedan. Keduanya terbukti bersalah melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Mengadili, menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan penganiayaan bersama-sama dan terencana lebih dahulu dengan mengakibatkan luka berat," ujar hakim ketua Djuyamto saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Petojo Utara, Jakarta Utara, Kamis (16/7).