Tim Advokasi Novel Baswedan Laporkan Irjen Rudy Heriyanto ke Propam Polri

Tim Advokasi Novel Baswedan Laporkan Irjen Rudy Heriyanto ke Propam Polri

Yulida Medistiara - detikNews
Selasa, 07 Jul 2020 22:40 WIB
Kurnia Ramadhana
Foto: Anggota tim advokasi Novel, Kurnia Ramadhana (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Tim advokasi Novel Baswedan melaporkan mantan Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya, Irjen Rudy Heriyanto ke Divisi Propam Polri. Rudy dinilai melanggar etik profesi karena diduga menghilangkan barang bukti di kasus penyiraman air keras.

"Pada hari ini, Tim Advokasi Novel Baswedan melaporkan Irjen Rudy Heriyanto selaku mantan Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya ke Divisi Propam Polri atas dugaan pelanggaran kode etik profesi karena menghilangkan barang bukti dalam perkara penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan," kata anggota tim advokasi Novel, Kurnia Ramadhana, dalam keterangan persnya, Selasa (7/7/2020).

Kurnia mengatakan, Irjen Rudy Heriyanto sebelum menjabat sebagai Kepala Divisi Hukum Polri, merupakan bagian dari tim penyidik yang menangani perkara penyiraman air keras terhadap Novel. Saat itu dia berpangkat komisaris besar (kombes) dan menduduki posisi sebagai Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sehingga, segala persoalan dalam proses penyidikan menjadi tanggung jawab dari yang bersangkutan. Termasuk dalam hal ini adalah dugaan penghilangan barang bukti yang terkesan sengaja dilakukan untuk menutupi fakta sebenarnya," ujarnya.

Dugaan pelanggaran kode etik yang dimaksud oleh tim advokasi Novel yakni sidik jari pelaku di botol dan gelas yang digunakan sebagai alat penyerangan diduga hilang. Kurnia memaparkan, pada tanggal 17 April 2019 Kabid Humas Polda Metro Jaya, yang pada kala itu dijabat oleh Irjen Kombes Argo Yuwono, menyampaikan bahwa tim penyidik tidak menemukan sidik jari dari gelas yang digunakan oleh pelaku untuk menyiram wajah Novel Baswedan.

ADVERTISEMENT

Akan tetapi, menurut Kurnia, berdasarkan pengakuan dari korban atau pun para saksi, gelas tersebut ditemukan oleh kepolisian pada hari yang sama, 11 April 2017, sekitar pukul 10.00 WIB dalam kondisi berdiri. Dengan demikian, menurut Kurnia, sudah barang tentu, sidik jari tersebut masih menempel dalam gelas dan botol, terlebih lagi pada saat ditemukan gagang gelas tidak bercampur cairan air keras itu.

Tak hanya itu, Kurnia menyebut botol dan gelas yang digunakan pelaku tidak dijadikan barang bukti dalam proses penanganan perkara tersebut. Kurnia menduga dalam perkembangan penanganan perkara tersebut ada fakta yang disembunyikan oleh kepolisian.

"Hal ini terkait dengan pengakuan dari terdakwa yang menyebutkan bahwa persiapan penyiraman telah dilakukan sejak kedua orang itu masih berada di markas Brimob. Padahal, persiapan penyiraman dilakukan di dekat kediaman korban, ini dapat dibuktikan dari aspal yang terkena siraman air keras saat pelaku menuangkan dari botol ke gelas," ungkapnya.

Adapun dugaan pelanggaran kode etik lainnya, yaitu CCTV di sekitar kediaman korban tidak dijadikan barang bukti pada 10 Oktober 2017 yang lalu. Kurnia mengatakan, berdasarkan keterangan Irjen Argo saat itu, kepolisian telah mengumpulkan 400 CCTV dari lokasi penyerangan dalam radius 500 meter.

Kurnia mengatakan, berdasarkan pengakuan korban dan saksi diketahui terdapat beberapa CCTV yang sebenarnya dapat menggambarkan rute pelarian pelaku akan tetapi tidak diambil oleh kepolisian. Bahkan, lanjut Kurnia, beberapa CCTV di sekitaran rumah korban diketahui juga memiliki resolusi yang baik untuk dapat memperjelas wajah pelaku dan rute pelarian.

Menurutnya, definisi dari barang bukti sebenarnya mencakup benda-benda yang dapat memberikan keterangan bagi penyelidikan tindak pidana, baik berupa gambar ataupun rekaman suara. Selain itu, fungsi dari barang bukti juga sebagai media untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil atas perkara yang ditangani.

"Dapat simpulkan bahwa kumpulan CCTV yang diperoleh kepolisian hanya sekadar untuk menyamakan dengan pengakuan para pelaku," katanya.

Ketiga, Kurnia mengatakan cell tower dumps tidak pernah dimunculkan dalam setiap tahapan penanganan perkara. Cell Tower Dumps (CTD) adalah sebuah teknik investigasi dari penegak hukum untuk dapat melihat jalur perlintasan komunikasi di sekitar rumah korban.

Akan tetapi, Kurnia menilai dalam proses penanganan perkara, mulai dari penyidikan sampai persidangan, rekaman CTD itu tidak pernah ditampilkan oleh kepolisian. Ia menambahkan, dalam kejahatan terorganisir, dapat dipastikan para pengintai dan pelaku melakukan komunikasi dengan menggunakan jaringan selular.

"Atas dasar ini, maka dapat dikatakan bahwa ada upaya dari terlapor untuk menutupi komunikasi-komunikasi yang ada di sekitar rumah korban, baik pada saat sebelum kejadian atau pun setelahnya," ujar peneliti ICW itu.

Keempat, Kurnia mengatakan minimnya penjelasan terkait sobekan baju gamis milik korban. Pada persidangan tanggal 30 April 2020, majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Utara memperlihatkan baju gamis yang dikenakan oleh korban saat kejadian penyiraman air keras terjadi.

Namun, menurut Kurnia ada hal yang janggal adalah terdapat sobekan pada baju gamis milik korban tersebut. Adapun menurut pengakuan dari kepolisian baju tersebut disobek untuk kepentingan forensik karena terkena siraman air keras.

"Penting untuk ditegaskan bahwa setiap tindakan hukum yang dilakukan oleh kepolisian mestinya dapat diikuti dengan dokumentasi. Dalam hal ini, korban tidak pernah mendapatkan kejelasan informasi terkait dengan sobekan baju tersebut dan seperti apa hasil forensiknya," ungkapknya.

"Berdasarkan poin-poin di atas maka patut diduga Irjen Rudy Heriyanto selaku mantan Dirkrimum Polda Metro Jaya melanggar ketentuan yang tertera dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia," sambungnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads