Djoko Tjandra tidak terdeteksi masuk ke Indonesia. Tanda tanya bermunculan lantaran terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali itu sebelumnya diketahui sebagai buron.
Namun ternyata sempat ada celah waktu di mana seorang Djoko Tjandra tidak terendus jejaknya saat masuk ke Indonesia. Kok bisa?
Dari beragam keterangan mulai dari Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, hingga kuasa hukum Djoko Tjandra sendiri, detikcom menelusuri jejak Djoko Tjandra.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut ini ulasannya:
1999
Perkara korupsi cessie Bank Bali yang melibatkan Djoko Tjandra mulai diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
2000
Majelis hakim memutuskan Djoko S Tjandra lepas dari segala tuntutan (onslag). Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan sebenarnya dakwaan JPU terhadap perbuatan Djoko Tjandra terbukti secara hukum. Namun perbuatan tersebut bukanlah merupakan suatu perbuatan pidana melainkan perbuatan perdata. Akibatnya, Djoko Tjandra pun lepas dari segala tuntutan hukum.
Oktober 2008
Kejaksaan Agung mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kasus korupsi cessie Bank Bali dengan terdakwa Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung.
11 Juni 2009
Majelis Peninjauan Kembali MA yang diketuai Djoko Sarwoko dengan anggota I Made Tara, Komariah E Sapardjaja, Mansyur Kertayasa, dan Artidjo Alkostar memutuskan menerima Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Jaksa. Selain hukuman penjara dua tahun, Djoko Tjandra juga harus membayar denda Rp 15 juta. Uang milik Djoko Tjandra di Bank Bali sejumlah Rp 546.166.116.369 dirampas untuk negara.
Imigrasi juga mencekal Djoko Tjandra. Pencekalan ini juga berlaku bagi terpidana kasus cessie Bank Bali lainnya, Syahril Sabirin. Mantan Gubernur BI ini divonis 2 tahun penjara.
16 Juni 2009
Djoko Tjandra mangkir dari panggilan Kejaksaan untuk dieksekusi. Djoko diberikan kesempatan 1 kali panggilan ulang, namun kembali tidak menghadiri panggilan Kejaksaan, sehingga Djoko Tjandra dinyatakan sebagai buron.
Djoko Tjandra diduga telah melarikan diri ke Port Moresby, Papua Nugini, menggunakan pesawat carteran sejak 10 Juni 2009 atau sehari sebelum vonis dibacakan oleh MA.
Tonton video 'Djoko Tjandra Lolos Masuk RI, DPR: Segera Tangkap!':
10 Juli 2009
Red notice dari Interpol terbit atas nama Joko Soegiarto Tjandra pada 10 Juli 2009.
29 Maret 2012
Terdapat permintaan pencegahan ke luar negeri dari Kejaksaan Agung RI berlaku selama 6 bulan.
12 Februari 2015
Permintaan DPO dari Sekretaris NCB Interpol Indonesia terhadap Joko Soegiarto Tjandra pada 12 Februari 2015. Ditjen Imigrasi menerbitkan surat perihal DPO kepada seluruh kantor Imigrasi ditembuskan kepada Sekretaris NCB Interpol dan Kementerian Luar Negeri.
Baca juga: Djoko Tjandra Bikin e-KTP Kurang dari Sejam! |
5 Mei 2020
Ada pemberitahuan dari Sekretaris NCB Interpol bahwa dari red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra telah terhapus dari sistem basis data terhitung sejak tahun 2014 karena tidak ada permintaan lagi dari Kejaksaan Agung RI.
13 Mei 2020
Berdasar dari pemberitahuan Sekretaris NCB Interpol, Ditjen Imigrasi menindaklanjuti dengan menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari Sistem Perlintasan.
8 Juni 2020
Djoko Tjandra diketahui berada di Indonesia. Dia ditemani kuasa hukum lainnya, Anita Kolopaking, membuat e-KTP dengan nama Joko Soegiarto Tjandra.
Setelahnya Djoko Tjandra menuju ke PN Jaksel untuk mengurus pengajuan PK.
27 Juni 2020
Terdapat permintaan DPO dari Kejaksaan Agung RI sehingga nama Djoko Tjandra dimasukkan dalam sistem perlintasan dengan status DPO.
29 Juni 2020
Sidang PK yang diajukan Djoko Tjandra digelar di PN Jaksel. Namun sidang pada hari itu ditunda lantaran Djoko Tjandra tidak hadir di pengadilan. Andi Putra Kusuma selaku kuasa hukum Djoko Tjandra menyebut kliennya sakit.
"Djoko tidak bisa hadir karena beliau tidak enak badan. Kita ada suratnya keterangannya, kita serahkan ke majelis. Mudah-mudahan kesempatan berikutnya bisa hadir," kata Andi saat itu.
Di hari yang sama Jaksa Agung ST Burhanuddin mengaku mendapatkan informasi bila Djoko Tjandra sudah berada di Indonesia, bahkan sudah 3 bulan lamanya. Burhanuddin mengaku sakit hati mengetahui informasi itu.
"Informasinya lagi menyakitkan hati saya adalah aktanya 3 bulanan dia ada di sini," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR.
6 Juli 2020
Persidangan permohonan PK yang diajukan Djoko Tjandra kembali ditunda. Majelis hakim meminta Djoko Tjandra harus datang dalam persidangan selanjutnya.
"Jadi pemohon tidak hadir. Ada surat dokter Steven, klinik Kuala Lumpur, dalam surat ini diterangkan bahwa Djoko Tjandra ini dalam masa perawatan selama 8 hari terhitung tanggal 1 bulan 7 sampai tanggal 8 bulan 7. Surat dikeluarkan tanggal 30 (Juni 2020)," kata ketua majelis hakim Nazar Effriandi saat itu.
Hakim menekankan agar Djoko Tjandra datang dalam persidangan sebelumnya. Sidang ditunda 2 pekan ke depan.
"Perlu dicatat ini kesempatan terakhir ya, kita tidak lagi menunggu-nunggu, dua minggu yang tidak hadir, mohon lagi, kapan selesainya. Sudah tiga kali diberikan kesempatan agar pemohon hadir ya. Kalau tidak hadir lagi kita lihat," kata Nazar.
'Majelis sudah mengingatkan agar pemohon supaya hadir pada dua minggu yang akan datang, kalau tidak hadir kita lihat persidangan mendatang," imbuh Nazar.
Hakim memutuskan sidang ditunda dan digelar kembali pada 20 Juli 2020. Sidang pun ditutup.
Berdasarkan informasi itu, jaksa langsung melakukan penelusuran. Ridwan Ismawanta selaku Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kasipidsus Kejari Jaksel) mengatakan informasi ini bisa menjadi titik pencarian awal Djoko Tjandra.
"Kita perlu mengecek mungkin kebenarannya, karena hari ini kita baru terima surat itu," ujar Ridwan di tempat yang sama.
"Mungkin jadi titik awal pencarian DPO ini. Baru hari ini (alamat rumah sakit di Kuala Lumpur diketahui)," imbuh Ridwan.