Selain itu, penambahan rombel tersebut Teguh menilai akan memiliki beberapa konsekuensi, misalnya adanya kemungkinan penambahan sarana-prasarana sekolah. Kedua, penambahan rombel tersebut mengakibatkan guru PNS kurang sehingga mengharuskan penambahan rekrutmen guru honorer, sementara gaji guru honorer diperkirakan tidak cukup melalui dana BOS.
"Honorer anggarannya tidak ada, tidak bisa ngambil dari dana BOS, dana bosnya tidak cukup, larinya ke sumbangan dan pungutan," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teguh mengatakan sebenarnya sistem zonasi bina RW secara ketentuan diperbolehkan karena sudah berdasarkan persetujuan antara Kemendikbud dengan Pemprov DKI. Akan tetapi ia menilai kebijakan tersebut tidak menyelesaikan persoalan.
"Tapi persoalan ini kemudian menjadi persoalan klasik, karena tim Kemendikbud ini terlalu mudah untuk memberikan izin terkait penambahan data peserta didik dan itu kemudian yang membebani keuangan negara," ujarnya.
"Jadi menurut saya kalau ditanya ini sesuai dengan kebutuhan warga ya tidak sesuai juga karena itu bukan penyelesaian yang solutif dan itu menimbulkan problema baru," imbuhnya.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta kini membuka pendaftaran peserta didik baru (PPDB) jalur zonasi melalui bina RW untuk peserta didik baru yang rumahnya dekat dengan sekolah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengatakan telah merekomendasikan terkait hal itu.
"Kemdikbud merekomendasikan agar jumlah siswa per rombel (rombongan belajar) di kelas VII dan X ditambah 4 siswa (10% dari standar)," kata Plt Dirjen PAUD-Pendidikan Tinggi Pendidikan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad kepada wartawan, Selasa (30/6).
(yld/aik)