Penyimpangan tersebut itu pun juga sampai ke telinga tim pengawas DPTE yang juga melaporkan adanya tindak pidana pasar modal itu ke Fakhri Hilmi. Selain itu, dari DPIV juga menemukan adanya pengelolaan khusus reksadana dari saham IIKP yang harganya sudah naikkan oleh grup Heru Hidayat menjadi portofolio produk reksadana yang dikelola 13 MI.
Atas dasar itu, menurut Hari, Fakhri Hilmi kemudian tidak segera memberikan sanksi tegas terhadap produk reksadana. Hal itu terjadi karena Fakhri Hilmi telah bersepakat dengan Erry Firmansyah dan Joko Hartono Tirto yang berafiliasi dengan Heru Hidayat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahwa akibat dari perbuatan Fakhri Hilmi yang tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap produk reksadana dimaksud pada tahun 2016. Menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi Jiwasraya pada tahun 2018 hingga mencapai sebesar Rp 16,8 triliun, sesuai LHP BPK RI tahun 2020," imbuhnya.
Fakhri disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 56 KUHP.
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan seorang dan 13 korporasi sebagai tersangka dalam rangkaian kasus Jiwasraya. Seorang tersangka tersebut merupakan pejabat di OJK.
"Satu orang tersangka dari OJK, atas nama FH, pada saat itu yang bersangkutan menjabat sebagai Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal II a periode Januari 2014-2017. Kemudian yang bersangkutan diangkat sebagai Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II periode 2017-sekarang," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono, kepada wartawan di Gedung Bundar, Jalan Sultan Hasanudin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (25/6).
(zak/zak)