KPK menghargai kajian dari Transparency International Indonesia (TII) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) soal kinerja penindakan dan pemberantas korupsi selama semester pertama era kepemimpinan Firli Bahuri. KPK akan mempelajari lebih lanjut soal kajian dari TII dan ICW tersebut.
"KPK menghargai inisiatif masyarakat untuk mengawasi kinerja kami. Tentu nanti kami akan pelajari kajian tersebut. Kapan perlu jika dibutuhkan TII dan ICW kami undang untuk paparan di KPK. Kalau ada data yang keliru bisa dikoreksi, tapi jika memang pembacaan dan rekomendasinya tepat tentu bisa bermanfaat sebagai masukan untuk KPK," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (25/6/2020).
Ali kemudian memaparkan hasil kinerja KPK di sektor penindakan dan pencegahan selama 6 bulan atau semester pertama. Pada sektor penindakan, Ali mengatakan KPK sudah menerbitkan 30 surat perintah penyidikan dengan 36 tersangka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setidaknya ada 30 surat perintah penyidikan dengan total 36 tersangka, yaitu penyidikan dalam kasus: 1. OTT KPU; 2. OTT Sidoarjo; 3. Pengembangan suap ke Anggota DPRD Sumut; 4. Pengembangan suap ke Anggota DPRD Muara Enim; 5. Pengembangan kasus proyek pengadaan jalan di Bengkalis; 6. Kasus dugaan TPK di PT DI," ucap Ali.
"Kemudian, kasus dengan kerugian keuangan negara ratusan miliar. Pertama, kasus Bengkalis dengan nilai proyek Rp 2,5 triliun ditemukan dugaan kerugian keuangan negara Rp 475 miliar. Kedua, kasus PT DI dugaan kerugian negara sebesar Rp 205,3 miliar dan USD 8,65 juta," lanjutnya.
KPK juga menahan 27 tersangka selama semester pertama. Penahanan itu dilakukan antara lain terhadap dua buron, Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono.
"Penangkapan dan penahanan KPK juga telah lakukan penangkapan terhadap 2 DPO kasus suap dan gratifikasi di MA, yaitu: NHD (Nurhadi) dan RHE (Rezky Herbiyono) serta penangkapan terhadap 2 orang tersangka dalam kasus suap proyek di Muara Enim yaitu tersangka AHB (Aries HB) dan RS," ungkapnya.
Ali mengatakan KPK juga menyetorkan hasil denda dan pidana uang pengganti ke kas negara. Total uang yang sudah disetorkan sebesar Rp 63.068.521.381.
Kemudian, di bidang pencegahan korupsi, Ali mengatakan KPK melakukan kegiatan untuk menekan terjadi korupsi di sektor strategis, salah satunya pengawasan penanganan pandemi virus Corona. Beberapa program sudah dilakukan KPK terkait penanganan virus Corona yakni melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait hingga ke Gugus Tugas tingkat pusat dan daerah, memberi rekomendasi terkait pengadaan barang dan jasa, hingga mengawal penyaluran Bantuan Sosial (Bansos).
Tak hanya itu, Ali mengatakan KPK juga melakukan koordinasi supervisi pencegahan terintegrasi dengan Kejaksaan RI dalam upaya penyelamatan dan pemulihan aset. Selain itu, Ali menyebut KPK mendorong kementerian/lembaga hingga pemeritahan agar terus meningkatkan kepatuhan LHKPN dan menerapkan pendidikan antikorupsi.
"KPK terus mendorong kepatuhan LHKPN. Terjadi peningkatan kepatuhan yang signifikan per 1 Mei 2020 menjadi 92,81% dari 73,50% pada periode yang sama di tahun 2019. Kemudian per 22 Juni 2020 bertambah 38 daerah yang mengimplementasikan Pendidikan Antikorupsi, sehingga berjumlah total 146 daerah yang mencakup 62.289 SD, 15.104 SMP, dan 14.552 SMA dengan payung hukum berupa 8 pergub, 112 perbup, dan 26 perwali," kata Ali.
KPK, lanjut Ali, juga melakukan kajian-kajian dan memberikan rekomendasi untuk memperbaiki tata kelola program-program pemerintah, antara lain Kartu Pra Kerja hingga BPJS Kesehatan. KPK juga terus mendorong penyelenggara negara untuk patuh melaporkan penerimaan gratifikasi yang dilarang.
"Pada periode 1 Januari-25 Januari KPK telah menyetorkan ke kas negara penerimaan gratifikasi atas 379 SK laporan gratifikasi yang ditetapkan sebagai milik negara dari total 665 SK yang telah diterbitkan. Berupa uang senilai Rp 882.920.667, USD 7.587,44, SGD 951,77, 5.140 yen, dan barang senilai Rp 65.639.340," tutur Ali.
Sebelumnya, TII dan ICW memaparkan hasil kajian terkait kinerja KPK dalam 6 bulan pertama. ICW menyebut kinerja KPK era kepemimpinan Firli Bahuri adalah yang paling banyak masalah dibanding era sebelum-sebelumnya.
"Kita tiba pada kesimpulan bahwa ini merupakan rapor merah bagi lembaga antirasuah, dan rapor merah ini sebenarnya kalau hitung-hitung rezim kepemimpinan dari mulai KPK berdiri sebenarnya ini era KPK yang paling banyak problemnya. Saya rasa belum pernah KPK sekacau ini masalahnya dan belum pernah juga kepercayaan publik jatuh," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam diskusi daring 'Peluncuran Hasil Pemantauan Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi Semester 1 (Desember 2019-Juni 2020)', Kamis (25/6).
Kurnia menjelaskan, ada sejumlah cacatan soal kinerja KPK era Firli Bahuri pada 6 bulan pertama. Antara lain rendahnya angka operasi tangkap tangan (OTT), banyak buron yang ditetapkan, tidak menyentuh perkara besar, hingga sengkarut penanganan perkara. Tak hanya itu, Kurnia menilai KPK era Firli banyak banyak masalah di sektor organisasi internal, di antaranya terkait kebijakan internal yang dinilai berdasarkan subjektivitas, tertutupnya akses publik mengenai perkembangan perkara, terkait penghentian perkara, hingga banyaknya gimik-gimik politik yang dilakukan Firli Bahuri.