Jakarta -
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menegaskan bahwa KPK tidak pernah menetapkan terpidana kasus korupsi Wisma Altet Hambalang M Nazaruddin (MNZ) sebagai justice collaborator (JC). Alex menyebut Nazaruddin sebagai whistleblower.
"Pak Ali (Plt Jubir KPK) kan sudah sampaikan bahwa KPK tidak pernah beri JC. Tetapi, dalam beberapa dalam pemeriksaan, KPK beri surat yang bersangkutan kerjasamanya untuk membuka kasus yang lain, kemudian dia bertindak bukan sebagai JC tetapi whistleblower," kata Alex di gedung KPK Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (23/6/2020).
Alex mengatakan Nazaruddin menjadi whistleblower untuk mengungkap adanya kasus korupsi lain, salah satunya proyek e-KTP. Sedangkan, menurut Alex, Nazaruddin tidak menjadi JC untuk kasus yang menjeratnya.
"Ada loh kasus yang lain, seperti kasus e-KTP misalnya. Itu lah kami beri surat untuk kasus e-KTP. Tapi, untuk kasus dia sendiri, KPK tidak pernah beri status sebagai JC," sebut Alex.
Untuk diketahui, whistleblower dan JC memiliki pengertian yang berbeda jika mengacu pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 04 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana atau Whistleblower dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama atau Justice Collaborator di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.
Dalam SEMA itu disebutkan yang dimaksud dengan Tindak Pidana Tertentu adalah tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir sehingga, tindak pidana tersebut telah menimbulkan masalah dan ancaman serius bagi stabilitas dan keamanan masyarakat.
Pengertian lengkap mengenai whistleblower dan JC itu terdapat pada angka 8 dan 9 SEMA tersebut.
Pada angka 8 SEMA itu disebutkan sebagai berikut:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pedoman yang harus ditaati dalam penanganan kasus yang melibatkan pelapor tindak pidana (whistleblower) adalah sebagai berikut:a. Yang bersangkutan merupakan pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tententu sebagaimana dimaksud dalam SEMA ini dan bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya;b. Apabila pelapor tindak pidana dilaporkan pula oleh terlapor maka penanganan perkara atas laporan yang disampaikan pelapor tindak pidana didahulukan dibanding laporan dari terlapor.Pada angka 9 SEMA itu disebutkan sebagai berikut:Pedoman untuk menemukan seseorang sebagai Saksi Pelaku yang Bekerja Sama (Justice Collaborator) adalah sebagai berikut:a. Yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu sebagaimana dimaksud dalam SEMA ini, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan;b. Jaksa Penuntut Umum di dalam tuntutannya menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan sehingga penyidik dan/atau penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar dan/atau mengembalikan aset-aset hasil suatu tindak pidana;c. Atas bantuannya tersebut, maka terhadap Saksi Pelaku yang Bekerja Sama sebagaimana dimaksud di atas, hakim dalam menentukan pidana yang akan dijatuhkan dapat mempertimbangkan hal-hal penjatuhan pidana sebagai berikut:i. menjatuhkan pidana percobaan bersyarat khusus; dan/atauii. menjatuhkan pidana berupa pidana penjara yang paling ringan di antara terdakwa lainnya yang terbukti bersalah dalam perkara yang dimaksudDalam pemberian perlakuan khusus dalam bentuk keringanan pidana hakim tetap wajib mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.
Sebelumnya diketahui, Nazaruddin bebas pada 14 Juni 2020 setelah permohonan cuti menjelang bebas atau CMB yang diajukannya disetujui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Ditjen Pemasyarakatan (PAS).
Dalam penjelasan Ditjen PAS disebutkan ada salah satu pertimbangan mengenai status justice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama. Namun, di sisi lain KPK--sebagai penegak hukum yang menangani Nazaruddin--menyebutkan tidak pernah memberikan status JC.
"Narapidana atas nama Muhammad Nazaruddin telah ditetapkan sebagai pelaku yang bekerja sama (JC) oleh KPK berdasarkan: Surat Nomor R-2250/55/06/2014 tanggal 9 Juni 2014 perihal surat keterangan atas nama Muhammad Nazaruddin; Surat Nomor R.2576/55/06/2017 tanggal 21 Juni 2017 perihal permohonan keterangan telah bekerja sama dengan penegak hukum atas nama Mohammad Nazaruddin," kata Kabag Humas Ditjen Pas Rika Aprianti dalam keterangan tertulisnya, Rabu (17/6).
Namun KPK menegaskan tidak pernah menetapkan Nazaruddin sebagai JC. Plt Jubir KPK Ali Fikri menyebut pihaknya menerbitkan surat keterangan bekerja sama dengan Nazaruddin pada 2014 dan 2017.
"KPK pada 9 Juni 2014 dan 21 Juni 2017 menerbitkan surat keterangan bekerja sama untuk M Nazaruddin karena yang bersangkutan sejak proses penyidikan, penuntutan, dan di persidangan telah mengungkap perkara korupsi pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, perkara pengadaan e-KTP di Kemendagri, dan perkara dengan terdakwa Anas Urbaningrum, serta atas dasar M Nazaruddin telah membayar lunas denda ke kas negara," papar Ali.
"Dengan demikian, surat keterangan bekerja sama tersebut menegaskan bahwa pimpinan KPK saat itu tidak pernah menetapkan M Nazaruddin sebagai justice collaborator (JC)," sambung dia.
Ali kembali menyatakan KPK tidak pernah menetapkan Nazaruddin sebagai JC. Sebab, saat Nazaruddin bekerja sama menguak sejumlah kasus, perkara yang menjeratnya telah berkekuatan hukum tetap.
"Kami sampaikan kembali bahwa KPK tidak pernah menerbitkan surat ketetapan JC untuk tersangka MNZ. Benar kami telah menerbitkan dua surat keterangan bekerja sama yang bersangkutan tahun 2014 dan 2017 karena telah bekerja sama pada pengungkapan perkara, dan perlu diingat saat itu dua perkara MNZ telah inkrah," sebut Ali.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini