Waktu berlalu, Indonesia merdeka dari Belanda. Pada 1949, Konferensi Meja Bundar (KMB) dilaksanakan. Sultan Hamid adalah perwira KNIL (tentara kerajaan Hindia-Belanda), dalam KMB tahun 1949, Sultan Hamid II menjadi Ketua Badan Permusyawaratan Federal (Bijeenkomst voor Federaal Overleg/BFO). BFO adalah organisasi negara-negara bagian bentukan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda Hubertus van Mook. Dalam KMB, wakil Indonesia adalah Muhammad Hatta.
Kesepakatan KMB membuat Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Kemudian, Sultan Hamid menjadi Menteri Negara RIS Zonder Portofolio, sedangkan Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah Menteri Pertahanan RIS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada tahun 1950, ada upaya kudeta dari mantan Kapten tentara kerajaan Hindia-Belanda (KNIL) Raymond Westerling. Dia mendirikan milisi (sipil bersenjata) bernama Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Di periode inilah Sultan Hamid II disebut-sebut merencanakan pembunuhan terhadap Sri Sultan HB IX.
![]() |
"Hamid bekerja sama dengan Westerling, dia jelas di pihak Belanda. Terlihat pada saat itu, orang yang membela republik dan ada orang yang pro-Belanda dan tidak ingin republik," kata Djoko.
Belanda masih ingin mengembalikan kekuasaannya atas wilayah Indonesia. Upaya kudeta dilancarkan. Salah satu sasaran pembunuhan dalam aksi kudeta adalah Sri Sultan HB IX.
"Saat setelah Ibu Kota pindah ke Jakarta (dari Yogyakarta, pada 17 Agustus 1950), kemudian terjadi percobaan pembunuhan ke Sri Sultan HB IX. Sultan Hamid bekerja sama dengan kaum militer Belanda, diam-diam melakukan aksi menentang pemerintahan. Hamid ingin menduduki posisi yang strategis," tutur Djoko.