Jakarta -
Polemik soal Sultan Hamid II dari Pontianak mengemuka saat mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono menyebut Sultan Hamid II sebagai pengkhianat. Sementara keluarga Sultan Hamid II kukuh menyebut Sultan Pontianak itu berjasa besar bagi Indonesia sebagai perancang lambang negara Garuda Pancasila.
Dirunut dari sejarahnya, lambang negara sudah dibahas sebelum proklamasi 17 Agustus 1945. Dalam rapat Panitia Perancang Undang-Undang Dasar Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan tanggal 13 Juli 1945, Parada Harahap yang juga seorang pemilik sejumlah media mengusulkan selain bendera, perlu ditentukan juga lambang negara. Saat itu semua peserta menyepakati, tapi perlu dimasukkan dalam undang-undang istimewa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prosesnya baru dimulai setelah dibentuknya Panitia Indonesia Raya pada 16 November 1945. Menteri Pengajaran Indonesia yang pertama sekaligus pendiri Perguruan Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara diminta memimpin panitia ini didampingi Mohammad Yamin sebagai sekretaris umum. Duet ini bertugas menyelidiki arti lambang-lambang dalam peradaban bangsa Indonesia.
Pranata (1959) Ki Hadjar Dewantara : Perintis perdjuangan kemerdekaan Indonesia, Balai Pustaka. (Wikimedia Commons) |
Ketua Badan Pengawas PP Keluarga Besar Tamansiswa, Ki Prijo Mustiko, menyebut Ki Hajar Dewantara melakukan penggalian kebudayaan Nusantara untuk menemukan simbol yang tepat.
"Ki Hajar akhirnya mengusulkan Garuda. Garuda itu simbol lambang pengayoman yang sudah hidup dalam kebudayaan Nusantara," ujar Prijo dalam keterangannya pada detikcom, Rabu (17/6/2020).
Prijo menuturkan Garuda ini bisa ditemukan dalam motif batik Gurda/Gurdo. Kemudian banyak kisah legenda yang menggunakan Garuda sebagai salah satu pusat cerita.
Ki Hajar Dewantara juga pernah meminta salah satu muridnya Ki Hadi Sukatno membuat operet anak-anak dengan mengambil kisah Garuda. Operet yang dikenal dengan seni pertunjukan langencarita ini berjudul Sang Garuda.
Simak video 'Wacana Gelar Pahlawan, Hendropriyono: Sultan Hamid II Pengkhianat':
Salah satu cucu Ki Hajar Dewantara, Nanang Merto Wulanjaya, menambahkan saat melakukan kajian, Ki Hajar Dewantara meminta bantuan salah satu muridnya, yakni seorang seniman bernama Basuki Resobowo.
Basuki Resobowo diminta Ki Hajar membantu membuat sketsa dari beberapa relief di sejumlah candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
"Candi-candi di Indonesia banyak simbol garuda yang merupakan kendaraan Dewa Wisnu. Berbekal itu agar ada konsistensi sejarah ita pakai garuda saja," ujar Nanang yang saat ini mengajar di Fakultas Dakwah dan Komunikasi di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Sayangnya panitia ini tak bertahan lama. Meletus peristiwa 3 Juli 1946 (kudeta pertama di Indonesia) yang melibatkan Yamin dan Tan Malaka. Yamin bahkan divonis empat tahun. Namun dia hanya menjalani hukuman sekitar dua tahun. Bertepatan peringatan proklamasi kemerdekaan yang ke-3, Presiden Sukarno memberikan grasi pada Yamin.
Upaya mencari lambang negara kembali bergulir pada 1947. Kementerian Penerangan membuat sayembara dengan mengundang sejumlah kelompok seniman. Para seniman yang tergabung dalam sanggar Seniman Indonesia Muda terlibat dalam sayembara itu. Nanang Hidayat, dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta menyebut ada 15 desain yang lolos sampai tahap akhir.
Macam-macam bentuk lambangnya. Ada banteng, bintang delapan, segi lima, dan burung elang. Dalam sejumlah gambar sudah ada pula tulisan "Bineka Tunggal Ika". Namun belum diputuskan meletus peristiwa Agresi Militer Belanda I.
"Selain itu kebanyakan pelukis kurang paham hukum-hukum kesejarahan dari tanda lambang negara," ujar Nanang yang juga pemilik Museum Rumah Garuda.
Lambang negara hasil desain seniman dari sanggar SIM dalam sayembara 1947. (Koleksi Museum Rumah Garuda) |
Pembuatan lambang negara memasuki babak baru saat Bung Karno mengangkat Sultan Hamid II menjadi Menteri Negara RIS Zonder Portofolio dengan tugas untuk merancang bentuk gambar lambang negara RIS dan menyiapkan Gedung Parlemen RIS. Sultan Hamid II kemudian meminta Yamin dan Ki Hajar Dewantara untuk membantu dalam Panitia Lencana Negara. Yamin kemudian ditunjuk sebagai ketua.
Semua sketsa burung Garuda yang dibuat Basuki Resobowo dikirim dari Yogyakarta ke Jakarta. Selain itu dalam tim ada pula nama Melkias Agustinus Pellaupessy, Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka, dan M Natsir.
Turiman Fachturrahman Nur, dosen Fakultas Hukum di Universitas Tanjungpura, Pontianak mengatakan Sultan Hamid II sebenarnya secara pribadi mempersiapkan juga rancangan lambang negara.
"Bentuk dasar burung Garuda yang memegang perisai Pancasila," tulis Turiman dalam artikelnya yang berjudul Menelusuri Jejak Lambang Negara Republik Indonesia Berdasarkan Analisis Sejarah Hukum. Akhirnya hasil sayembara lambang negara itu ada dua gambar rancangan lambang negara yang terbaik yaitu dari Sultan Hamid II dan Muhammad Yamin. Keduanya sama-sama mengajukan burung Garuda.
Berbagai Sketsa Rancangan Lambang Negara Indonesia oleh Sultan Hamid II. (Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya Kemdikbud) |
Proses selanjutnya yang diterima oleh pemerintah adalah hasil rancangan Sultan Hamid II. Adapun yang dari Muhammad Yamin ditolak, karena ada sinar-sinar matahari dan menampakan sedikit banyak disengaja atau tidak, pengaruh Jepang.
Sketsa rancangan M Yamin untuk lambang negara, ditolak karena ada bau-bau 'Japanese'. (Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya Kemdikbud) |
Namun rancangan Sultan Hamid II tak sepenuhnya dipakai. Beberapa bagian dari Garuda versi pria bernama lengkap Syarif Abdul Hamid Alkadrie itu ditolak anggota tim dan disempurnakan.
Gambar perisai dalam Garuda Pancasila bikinan Sultan Hamid II. (Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya Kemdikbud) |
Pellaupessy misalnya memberi usulan mengubah tujuh helai bulu ekor menjadi delapan. Bung Karno juga mengusulkan penambahan jambul pada kepala burung dan mengubah arah cakar kaki.
"Tokoh-tokoh dalam panitia punya peran dan andil yang sama dalam proses perancangan lambang negara, yakni memberi usulan pada rancangan tersebut," ujar Nanang.
Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengatakan lambang negara itu berhasil diciptakan setelah mengalami proses dan sejumlah perubahan. Karena itu menurut Asvi setidaknya ada empat pihak yang berjasa dalam membuat lambang negara.
Pertama, Panitia Lencana Negara yang dibentuk di bawah koordinasi Sultan Hamid II.
"Bahwa Sultan Hamid II adalah penanggung jawab pembuatan lambang negara, di situlah jasannya," ujar guru besar riset LIPI itu pada detikcom.
Kedua, para peserta sayembara yang salah satunya Basuki Resobowo. "Basuki Resobowo mengaku mengirim lukisannya dan menang sayembara. Jadi perlu juga diperiksa arsip gambar-gambar yang dikirimkan pada panitia," ujarnya.
Kemudian pihak ketiga yakni Bung Karno yang menilai dan memutuskan pada tahap akhir gambar yang dipilih. "Lalu pelukis yang dimintai bantuan sebagai konsultan oleh Presiden yakni D Ruhr Jr dan Dullah yang menyempurnakan lambang seperti permintaan Sukarno," ujar Asvi.
Jadi menurut Anda, apakah lambang negara Garuda Pancasila ini merupakan karya individu Sultan Hamid II atau karya kolektif banyak nama?
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini