Menurut Andi, Ervina akan dirujuk ke Rumah Sakit Wahidin yang menjadi tempat rujukan penanganan pasien COVID-19. Namun tidak disebutkan apakah hasil swab Ervina menunjukkan positif COVID-19.
"Sebenarnya ini memang kejadian langka, karena pertama umur kehamilan sudah tua. Saya memang sempat bertanya kenapa bisa meninggal, kan biasanya kalau orang hamil mendekati atau memasuki HPL (hari perkiraan lahir) kan masih bisa bertahan. Tapi ini memang usia kandungan sudah maksimum, dan yang kedua memang ini harus ada persiapan perencanaan mendekati HPL, apalagi kalau melahirkannya bukan dalam kondisi normal," tuturnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas persoalan ini, RS Stella Maris angkat bicara. Pihak RS Stella membantah meminta bayaran tes swab ke Ervina.
Direktur Rumah Sakit Stella Maris, Makasar Dr Luisa Nuhuhitu mengatakan, pihaknya hanya menganjurkan Ervina dirujuk ke Rumah Sakit Universitas Hasanuddin (Unhas) untuk ditangani sebagai pasien COVID-19.
"Tidak benar bahwa RS meminta pasien membayar biaya pemeriksaan PCR Rp 2,3 juta karena, jika pasien tersebut rawat inap di RS Stella Maris, maka seluruh biaya adalah jaminan Asuransi Garda Medica sampai terbukti hasil PCR positif," ujar Luisa.
Luisa menuturkan, berdasarkan petunjuk dari Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) yang sebelumnya memeriksa Ervina, petugasnya sudah menganjurkan Ervina dan suaminya untuk dirujuk ke RS Unhas, karena RS Stella bukan RS penyangga utama pasien COVID-19.
Jadi, ketika itu, pasien didampingi suaminya datang ke IGD RS Stella sebagai pasien umum sekitar pukul 15.30 Wita, Rabu (10/6) pekan lalu. Pasien membawa surat pengantar dari dari salah satu dokter kandungan untuk dilakukan operasi sectio (caesar) di RS Stella. Sebagai prosedur standar sebelum operasi, pasien di-screening dengan tes rapid.
Sekitar pukul 16.50 Wita diketahui hasil rapid tes reaktif. Pihak RS Stella kemudian memberitahukan hasil tes rapid ke pasien dan keluarganya untuk dirujuk ke RS Unhas. Pasien dan suaminya kemudian meninggalkan RS Stella sekitar pukul 19.00 Wita.
"Setelah diberikan penjelasan mengenai alur rujukan atau sistem rujukan terintegrasi (sisrute), pasien mengambil keputusan untuk tidak menggunakan mekanisme rujukan tersebut dan hendak pergi sendiri ke RS Unhas untuk mempercepat proses penanganan terhadap kasusnya," katanya.
"Telah disampaikan sebelumnya oleh dokter IGD, bahwa tindakan operasi tidak dapat dilakukan karena memerlukan pemeriksaan PCR, hasil pemeriksaan PCR dapat diketahui 3-4 hari, sementara operasi sudah direncanakan esok harinya, salah satu keluarga pasien bertanya tentang swab mandiri tapi tidak dianjurkan karena waktu tunggu hasil tes PCR tidak sesuai dengan rencana waktu operasi," tambah dia.
(idn/idn)