Pedagang Pasar Cileungsi, Kabupaten Bogor, viral di media sosial karena menolak tim medis yang akan melakukan tes. Penolakan ini dilakukan karena mereka menganggap tidak ada keadilan.
Pedagang beras di Pasar Cileungsi, Erick Oktora (40), mengatakan banyak pedagang yang khawatir Pasar Cileungsi akan ditutup kembali bila dilakukan tes pada Rabu (10/6). Pedagang pun, lanjutnya, menolak tes masif karena merasa tidak diperlakukan dengan adil.
"Kedua, dalam hal ini rapid test harus berkeadilan. Sebab, di luar pasar, di Ramayana, itu dia (PKL) operasional 24 jam. Itu pasarnya becek, kumuh, kenapa nggak dites (rapid) dan swab. Kan namanya jualan kita bersaing antara legal dan ilegal, gitu kan. Makanya pedagang nolak, kok hanya kita yang dites. Sedangkan di luar pasar (PKL liar) tidak," tutur Errick di Pasar Cileungsi, Kabupaten Bogor, Kamis (11/6/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Maklumlah, jam 01.00 WIB dia (pedagang) jualan, capek, lelah, kurang tidur, imun menurun, jam 09.00 WIB di-rapid. Otomatis kan nanti di-rapid, kan rapid nggak bisa jadi patokan juga. Dengan posisi badan yang lemah, letih, lesu (jadi) reaktif. Nanti di-swab, positif, berimbas ke dia," lanjut dia.
Errick mengatakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dan Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Cileungsi juga tidak memberikan informasi bahwa akan ada rapid test kemarin. Banyak pedagang yang khawatir, bila dilakukan tes, akan membuat pengunjung pasar semakin sepi.
Dia pun ingin agar ada transparansi data tentang kasus positif di Pasar Cileungsi.
"Sebab apa? Sebab, yang kemarin beredar di medsos (media sosial), terjadi rapid test 300 orang. Ternyata yang di-rapid 57 (orang). Kedua, dari 57 (orang), pagi di-rapid, siang (dinyatakan ada) 8 positif. Kan rapid nggak bisa jadi acuan positif-negatif sebelum di-swab. Jadi kan hasil swab 10 hari, rapid tanggal 31, siangnya sudah ketemu bahwa (ada) pedagang positif," ungkapnya.
Pedagang ikan asin Kasman (54) bercerita ada rapid test di Pasar Cileungsi pada pertengahan April lalu. Dari 34 orang yang dilakukan tes masif, sebanyak empat pedagang dinyatakan positif terinfeksi COVID-19. Mereka adalah 2 pedagang buah, 1 pedagang daging, dan 1 pedagang ikan asin.
"Begitu kami telusuri (4 pedagang), kami cek semua, ternyata semua masih lengkap. Pedagang yang di dalam (pasar), 5 pedagang buah ada 5 lapak. Kalau pedagang ikan asin ada 11 (lapak), pedagang daging kita cek, ternyata mereka ada. Dan tukang buah benar dijemput kemudian dimasukkan, dirujukin ke Rumah Sakit (RS) Mary. Sampai di RS Mary dicek lagi, ternyata negatif," kata Kasman.
"Dan orang (pedagang buah yang dibawa ke RS Mary) itu mempunyai komplikasi penyakit diabetes dan asam lambung, itu saja dirawat. Okelah, yang satu (pedagang positif COVID-19 lainnya) dibilang tukang ikan asin. La masih lengkap kok, orangnya masih jualan. Kalau positif kan harus dijemput, diisolasi," lanjutnya.
Kasman menambahkan ada pedagang daging yang dikatakan positif COVID-19. Namun, lanjutnya, status pedagang daging itu simpang siur.
"Yang si Jaka (pedagang daging) itu kan dia sebelum Lebaran, dia sudah kena DBD 2 minggu di rumah sakit. Dia nggak ikut tes, cuma isu bahwa dia yang kena (positif COVID-19), padahal dia DBD 2 minggu. Begitu mau mindahin (barang di lapaknya), dia (Jaka) ikut dagang lagi, (lalu) kecapaian, kambuh lagi, drop lagi. Suhu badannya panas, langsung dilarikan ke (RS) Hermina. (Di RS) Hermina dinyatakan positif COVID. Nah, langsung dijemput lagi camat, aparat, ke Jakarta. Ke Jakarta (pedagang daging) meninggal," ujarnya.
Kasman mengungkapkan ada tes masif lagi di Pasar Cileungsi pada 31 Mei kemarin. Namun Pasar Cileungsi ditutup dari 31 Mei sampai 4 Juni karena ada 4 pedagang yang positif virus Corona.
Dia mengatakan tes masif yang dilakukan tim medis pada 31 Mei tidak seluruhnya ke pedagang. Sebab, banyak pedagang yang tidak berjualan. Pedagang yang datang ke pasar hanya melakukan pembersihan.
"Saya ke pasar, melihat mereka (petugas) datang jam 09.00 WIB lewat, pagi. Terus ada yang disuruh tentara-polisi, 'ayo-ayo ke atas (rapid test) mumpung gratis'. Tapi sedikit orang, akhirnya mereka ngambil dari luar (untuk rapid test). Itu (ada) tukang ojek lagi nongkrong ditarik masuk. Tukang becak lagi duduk ditarik masuk," ungkapnya.
"Dan saya siang mau makan jam 12.00 WIB, saya lihat tentara 1 mobil pulang, tim medis pulang nggak bawa siapa-siapa. Nah, begitu jam 14.00 WIB saya pulang ke rumah, itu ada 1 berita di media dan satgas COVID menyatakan bahwa 300 orang yang dites di Pasar Cileungsi, 8 orang positif langsung dirujuk ke RSUD Cileungsi. Di situ saya tanda tanya. Dengan waktu 3 jam, percaya nggak 300 orang bisa dites?" kata dia.
![]() |
Ketika Pasar Cileungsi dibuka pada 5 Juni kemarin, Kasman mengatakan waktu operasional dibatasi. Dia dan pedagang lain tidak terima. Sebab, banyak pedagang kaki lima (PKL) liar di sekitar pasar dan flyover Cileungsi yang tetap berjualan selama 24 jam dan tidak dilakukan rapid dan swab test.
Kasman pun mengaku seperti dikucilkan di lingkungannya akibat pemberitaan kasus COVID-19 di Pasar Cileungsi.
"Saya pulang ke perumahan, tetangga kayak takut ke saya. Saya kayak seolah-olah dikucilkan karena saya dagang di pasar. 'Itu jangan dekat-dekat orang pasar itu'. Iya, orang jadi takut, itu merugikan sekali. Itu alasan kami tidak mau diadakan tes-tes lagi," jelasnya.
"Tapi kalau COVID positif dihajar terus, seolah-olah kami (pedagang) dihajar terus. Maka kami harus melawan untuk memperjuangkan hidup kami. Tempat kami beli, kok. Masa kami nggak boleh dagang secara resmi, sedangkan di luar (PKL liar) dilindungi. Jadi di situlah alasan kami tidak boleh ada tim medis yang datang ke dalam pasar untuk mengecek. Kalau mau silakan, ke mal kek, ke kelurahan kek, kan masih banyak tempat," kata Kasman.
Terpantau di Pasar Cileungsi, banyak pedagang yang memakai masker. Petugas pasar pun terlihat berkeliling sesekali. Pedagang yang tidak memakai masker dengan baik atau yang maskernya tak dipakai, langsung ditegur oleh petugas pasar agar masker dipakai.
Pengunjung pasar pun memakai masker. Hanya sedikit pengunjung pasar saja yang tidak memakai masker. Tempat mencuci tangan pun disediakan di beberapa tempat. Sebagian lapak masih ada yang tutup.
Sebuah video pun viral di media sosial karena memperlihatkan pedagang Pasar Cileungsi, Kabupaten Bogor, menolak kedatangan petugas medis. Para pedagang menolak kedatangan tim medis untuk dilakukan tes masif terkait virus Corona (COVID-19).
Dari video yang beredar, puluhan pedagang berkumpul dan mengusir kedatangan tim medis. Petugas medis pun pergi meninggalkan pasar dengan mobil. Tidak ada kerusuhan atau kerusakan dari penolakan ini.
Staf Humas dan Keamanan Pasar Raya Cileungsi PD Tohaga, Ujang Rasmadi, membenarkan kejadian tersebut. Dia mengatakan peristiwa itu terjadi Rabu (10/6) kemarin sekitar pukul 08.30 WIB. "Iya betul seperti itu kenyataan dan realitasnya. (Pedagang menolak dilakukan tes masif) karena beritanya (pasien positif COVID-19 di Pasar Cileungsi) rancu, (dari) segi positif dan negatifnya," kata Ujang ketika dihubungi, Kamis.