Mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan didakwa menerima gratifikasi senilai Rp 500 juta terkait proses seleksi calon anggota KPUD Provinsi Papua Barat periode 2020-2025. Jaksa pun meminta penjelasan Ketua KPU Arief Budiman terkait peran Wahyu dalam proses seleksi.
Arief awalnya menjelaskan bahwa tiap komisioner KPU memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Salah satunya adalah menjadi koordinator wilayah (Korwil), yang mengkoordinasi KPU daerah (KPUD).
"Kalau Pak Wahyu ini dulu Korwil di Papua Barat," kata Arief saat bersaksi di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (4/6/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam dakwaan, Wahyu disebut menerima gratifikasi sebesar Rp 500 juta. Uang tersebut diberikan agar Wahyu selaku komisioner KPU RI dapat memilih asli orang Papua untuk komisioner KPU Papua Barat dalam proses seleksi calon anggota KPUD Papua Barat 2020-2025.
Terkait hal itu, Arief menyebut tidak ada aturan KPUD itu harus diisi oleh putra daerah. Namun, bila diinginkan, hal tersebut juga tidak masalah dilaksanakan.
"Tidak harus (putra daerah), tapi biasanya memang mempertimbangkan beberapa hal tersebut. Tetapi, dalam proses pemilihan tidak ada ketentuan harus dari mana dari mana tidak," jelas Arief.
Jaksa lantas menanyakan apakah Wahyu sebagai Korwil Papua Barat kerap melaporkan terkait proses seleksi Papua ke Arief. Namun Arief mengaku lupa.
"Saya lupa, tapi mestinya beliau pernah. Tapi laporannya bisa dalam rapat pleno, tapi mestinya dilaksanakan. Karena ini kan sudah berjalan, setiap tahapan selalu dilaporkan karena tahapan seleksi itu kan mulai dari pembentukan timsel, tes tulis, wawancara, panjang. Setiap selesai ada tahapan, ada dilaporkan," terangnya.
Dalam persidangan ini, Arief memang tidak dikonfirmasi terkait pengetahuannya soal gratifikasi yang diterima Wahyu. Jaksa KPK hanya mengkonfirmasi kapasitas Wahyu di proses seleksi calon anggota KPUD Papua Barat.
Dalam persidangan ini duduk sebagai terdakwa adalah Wahyu Setiawan dan kader PDIP sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fredelina.
Wahyu didakwa menerima suap sebesar SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta. Uang yang diterima Wahyu selaku anggota KPU periode 2017-2019 melalui Agustiani Tio Fridelina, yang merupakan orang kepercayaan Wahyu.
![]() |
Tak hanya itu, Wahyu juga didakwa didakwa jaksa KPK menerima gratifikasi. Wahyu didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 500 juta dari Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa M Thamrin Payapo.
"Terdakwa selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode tahun 2017-2022, yang menerima hadiah atau janji, berupa uang sebesar Rp 500 juta dari Rosa Muhammad Thamrin Payapo yang diterima terdakwa I melalui transfer pada rekening bank, padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya," ungkap jaksa KPK Takdir Suhan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (28/5).
(zap/elz)