Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan Juga Didakwa Terima Gratifikasi Rp 500 Juta

Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan Juga Didakwa Terima Gratifikasi Rp 500 Juta

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 28 Mei 2020 14:38 WIB
KPK memperpanjang masa penahanan Wahyu Setiawan dalam pemeriksaan kasus dugaan korupsi pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.
Mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang terjerat kasus suap. (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan juga didakwa jaksa KPK menerima gratifikasi. Wahyu didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 500 juta dari Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa M Thamrin Payapo.

"Terdakwa selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode tahun 2017-2022, yang menerima hadiah atau janji, berupa uang sebesar Rp 500 juta dari Rosa Muhammad Thamrin Payapo yang diterima terdakwa I melalui transfer pada rekening bank, padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya," ungkap jaksa KPK Takdir Suhan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (28/5/2020).

Jaksa mengatakan gratifikasi ini diberikan berkaitan dengan proses seleksi calon anggota KPUD Provinsi Papua Barat periode 2020-2025. Dengan harapan, Wahyu selaku komisioner KPU RI dapat memilih anggota KPUD Papua Barat yang asli orang Papua.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemberian gratifikasi ini berawal saat Rosa bertemu dengan Wahyu di ruang kerja Wahyu sekitar November 2019. Dalam pertemuan itu, Wahyu menanyakan 'kesiapan' Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan terkait proses seleksi calon anggota KPUD Papua Barat.

"Pada saat itu terdakwa I menyampaikan 'bagaimana kesiapan Pak Gubernur, ah cari-cari uang dulu', yang dipahami oleh Rosa bahwa terdakwa I selaku anggota KPU RI diyakini dapat membantu dalam proses seleksi calon anggota KPU Provinsi Papua Barat karena secara umum diketahui adanya keinginan masyarakat Papua agar anggota KPU Provinsi Papua Barat yang terpilih nantinya ada yang berasal dari putra daerah asli Papua," kata jaksa.

ADVERTISEMENT

Kemudian, setelah pulang dari Jakarta, Rosa melaporkan hasil pertemuannya dengan Wahyu kepada Dominggus Mandacan. Namun, saat itu Dominggus, kata jaksa, tidak menghiraukan terkait permintaan uang dan hanya mengatakan akan melihat perkembangan proses seleksi.

"Terdakwa I diyakini dapat membantu memperjuangkan calon anggota KPU Provinsi Papua Barat terpilih dengan imbalan berupa uang. Atas penyampaian tersebut Dominggus Mandacan merespons dengan mengatakan 'Nanti kita lihat perkembangan'," kata jaksa.

Singkat cerita, proses seleksi terus berlanjut hingga menyisakan 70 peserta, 33 di antaranya orang asli Papua. Namun dari 33 orang asli Papua itu kemudian mengikuti tes wawancara dan yang lolos hanya 8 orang, 3 di antaranya orang asli Papua. Warga sempat melakukan protes karena seleksi ini.

Tiga orang ini adalah Amus Atkana, Onesimus Kambu, dan Paskalis Semunya.

Karena Pemprov Papua Barat mengharuskan ada putra daerahnya terpilih menjadi anggota KPU dan agar situasi menjadi kondusif. Akhirnya Dominggus mengupayakan hal apa pun, termasuk memberikan uang ke Wahyu melalui Rosa dengan maksud ada putra daerah yang terpilih menjadi KPUD Papua Barat.

"Pada tanggal 3 Januari 2020, Rosa Muhammad Thamrin Payapo diserahkan titipan uang sebesar Rp 500 juta dari Dominggus Mandacan. Setelah menerima titipan uang tersebut, Rosa Muhammad Thamrin Payapo menyetorkannya ke rekening miliknya untuk nantinya akan ditransfer ke rekening terdakwa I. Selanjutnya Rosa memberitahukan terdakwa I bahwa telah ada uang yang akan diberikan kepada terdakwa I sekaligus meminta nomor rekening agar uang tersebut bisa ditransfer," ungkap jaksa.

Jaksa mengatakan uang Rp 500 juta ini ditransfer ke istri dari sepupu Wahyu bernama Ika Indrayani. Wahyu meminjam rekening istri sepupunya untuk menerima gratifikasi ini.

Atas dasar itu, Wahyu dinilai melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(zap/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads