Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan penyelenggara pemilu menyepakati Pilkada Serentak 2020 digelar pada 9 Desember 2020. Keputusan itu diambil dalam rapat kerja Komisi II DPR dengan Menteri Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Putusan itu diambil dalam rapat yang digelar Rabu (27/5) kemarin itu mementahkan desakan sejumlah organisasi masyarakat sipil dan pemantau pemilu yang meminta pilkada serentak diundur hingga 2021. Desakan ini muncul sehubungan dengan masih tingginya ancaman terhadap kesehatan karena pandemi COVID-19.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Komisi II DPR Ahmad Dolly Kurnia menyebutkan kesepakatan menggelar pilkada serentak pada Desember 2020 sudah mempertimbangkan situasi pandemi COVID-19. Dolly menyampaikan tidak ada yang bisa memastikan pandemi bisa ditaklukkan dalam waktu dekat.
"Dari diskusi belum ada yang bisa memastikan kondisi pada tahun 2021 tidak jauh berbeda dengan kondisi sekarang. Bahkan WHO menyatakan 2 sampai 5 tahun mendatang belum tentu virus akan hilang. Namun agenda-agenda yang telah disusun harus tetap berjalan. Kita tidak bisa menunggu sesuatu yang tidak pasti," ujar Dolly dalam keterangannya kepada detikcom, Rabu (27/5).
Politikus Partai Golkar itu menyatakan, dari kondisi yang dihadapi ini, tantangannya kemudian bergeser menjadi menyesuaikan diri dengan situasi ancaman COVID-19. Komisi II, menurutnya, telah meminta pelaksanaan pilkada serentak menggunakan protokol kesehatan yang ketat.
Dolly menyebut setiap tahapan, terutama yang menuntut pertemuan antarmanusia atau melibatkan massa, harus dimodifikasi tata cara pelaksanaannya. Misalnya saat masa pencoblosan jumlah kotak suara harus lebih banyak dibanding pilkada dalam saat normal.
"Jam kedatangan pemilih harus diatur, begitu pun jarak di TPS harus sesuai aturan physical distancing," katanya.
Selain itu, Dolly mengatakan meminta KPU menyiapkan metode kampanye yang tidak melibatkan massa. "Mengumpulkan orang banyak-banyak di lapangan belum tentu efektif dan berkorelasi dengan penambahan jumlah dukungan," kata mantan Ketua DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia itu.
Menanggapi putusan pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu menetapkan pilkada serentak pada Desember 2020, pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menyebut putusan itu diambil terburu-buru di tengah ketidakpastian akibat wabah yang disebabkan virus Corona.
Permintaan penundaan bukan berarti menghindar dari situasi pandemi. Namun penundaan akan memberi ruang-waktu yang lebih banyak untuk mempersiapkan pilkada dengan baik. Jadi dampak negatif yang ditimbulkan situasi pandemi ini bisa ditekan.
"Seharusnya mereka bisa melihat sisi lainnya. Di mana kalau belum pasti, maka harusnya diberikan waktu yang lebih panjang untuk mempersiapkan pilkada dengan baik betul," ujar Hadar kepada detikcom. "Tapi kelihatannya KPU cukup yakin. Kita doakan mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang dikhawatirkan."