Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menilai pembiaran virus Corona agar tercapai herd immunity (kekebalan kawanan) adalah cara yang berbahaya dalam melawan COVID-19. Di sisi lain, muncul pergunjingan di media sosial bahwa pemerintah Indonesia sedang menjalankan herd immunity dengan cara merelaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pemerintah menepis gosip itu.
"Herd immunity itu kalau di text book ada, tapi di kita siapa yang memakai? Kalau herd immunity maka kenapa harus ada PSBB?" kata juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, Achmad Yurianto (Yuri), kepada detikcom, Kamis (14/5/2020).
WHO menilai cara mencapai herd immunity dengan pembiaran masyarakat tertular oleh virus Corona sebagai hal yang berbahaya, karena bakal jatuh banyak korban jiwa dari orang-orang tua. Yuri melihat cara pembiaran untuk mencapai herd immunity mirip seperti hukum rimba. Namun itu tidak ada di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Herd immunity itu kan cuma hukum rimba saja, yang kuat bakal hidup dan yang tidak kuat bakal mati. Kalau seperti itu ngapain pemerintah dari awal capek-capek mengurus ini semua? Biarkan saja kalau yang masih hidup maka itu nanti yang akan melanjutkan. Itu namanya herd immunity. Kalau kita mau membiarkan herd immunity, ngapain kita berlelah-lelah membikin gugus tugas dan segala macamnya?" tutur Yurianto.
Di Indonesia, pemerintah mulai membolehkan warga berusia di bawah 45 tahun untuk keluar rumah dan bekerja. Menurut Yuri, ini bukanlah relaksasi PSBB. Sesuai dengan namanya, PSBB adalah pembatasan, bukan pelarangan, maka pembatasan usia yang boleh beraktivitas kerja juga termasuk dalam PSBB.
"Yang bilang pelonggaran PSBB siapa? Justru ini malah dikencangkan. Sekarang ini dibatasi yang di bawah 45 tahun saja yang boleh bekerja di luar rumah," kata Yuri.