Sebanyak 14 ABK WNI selamat di Busan Korea Selatan. Mereka melaporkan eksploitasi di kapal mereka kepada aparat Korea Selatan (coast guard Korea Selatan). Kini mereka sudah sampai di Indonesia.
Pihak yang melakukan pendampingan secara hukum di Korea adalah Advokat untuk Kepentingan Publik (APIL), berkoordinasi dengan Yayasan Keadilan Lingkungan (EJF) yang berbasis di Inggris. Dari pihak Indonesia, ada Dalimunthe & Tampubolon (DNT) Lawyers yang menjadi pengacara para ABK itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
DNT Lawyers menyampaikan ada 11 bentuk eksploitasi yang dialami para ABK kapal bernama Long Xing 629 itu. Mereka diberi makanan tidak layak berupa ayam yang sudah 13 bulan berada di freezer, sayuran tidak segar, hingga umpan makan ikan yang berbau. Makanan itu membuat keracunan. Para ABK minum air laut yang telah disuling namun masih asin dan tidak layak dikonsumsi.
ABK Indonesia bekerja 18 jam sehari, bahkan hingga 48 jam tanpa istirahat bila tangkapan ikan sedang belimpah. ABK WNI mengalami kekerasan fisik dari wakil kapten kapal serta ABK China. Kerja keras, makanan tidak layak, dikerasi secara fisik, gajinya kecil pula. Bukan hanya gaji kecil, tapi gaji juga tidak dibayarkan penuh selama tiga bulan.
"Pembayaran gaji tidak sesuai kontrak. ABK tidak mendapatkan haknya sesuai perjanjian. Ada ABK yang hanya mendapatkan USD 120 atau Rp 1,7 juta setelah bekerja selama 13 bulan. Padahal seharusnya ABK berhak mendapatkan minimum 300 USD setiap bulan," kata DNT Lawyers.