Capres Independen: Antara Fadjroel Rachman, Ki Gendeng Pamungkas dan MK

Capres Independen: Antara Fadjroel Rachman, Ki Gendeng Pamungkas dan MK

Andi Saputra - detikNews
Senin, 11 Mei 2020 15:52 WIB
Kegiatan di Mahkamah Konstitusi (MK) nampak berjalan normal seperti biasa. Rencananya, BPN Prabowo-Sandiaga akan menyampaikan gugatan Pemilu hari ini.
Foto: Gedung MK (Rengga Sancaya/detikcom)
Jakarta -

Calon presiden independen kembali meramaikan wacana hukum tata negara Indonesia. Sebab, dukun sakti Ki Gendeng Pamungkas meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membuka keran capres independen maju dalam pilpres. Bukan pertama kali capres independen masuk pusaran perdebatan.

Pada 2008, Fadjroel Rahman menggugat UU Pemilu ke MK. Saat itu, Fadjroel menyerahkan kuasa kepada Taufik Basari (kini anggota DPR dari NasDem).

"Jangan hanya melalui jalur partai saja. Bagaimana dengan mereka yang mempunyai kemampuan sebagai Presiden, namun tidak masuk dalam lingkup partai dan terkendala dengan minimnya biaya?" ungkap Fadjroel kala itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, Fadjroel mencontohkan putusan MK yang memberikan calon independen bisa berlaga di Pilkada. Sehingga, bagi dia, cukup alasan MK juga memberlakukannya di Pilpres.

"Mahkamah Konstitusi telah memberi tafsir pelaksanaan demokrasi dalam kaitannya dengan Pemilu eksekutif (di daerah melalui Pilkada) bahwa Pemilu tersebut tidak boleh menutup peluang adanya calon perseorangan karena partai politik hanyalah salah satu wujud partisipasi masyarakat yang penting dalam mengembangkan kehidupan demokrasi. Sehingga adalah wajar apabila dibuka partisipasi dengan mekanisme lain di luar Parpol untuk penyelenggaraan demokrasi," ujar Fadjroel.

ADVERTISEMENT

Untuk meyakinkan MK, Fadjroel mengundang sejumlah ahli seperti Bima Arya (kini Wali Kota Bogor), Effendi Gazali, Andrianof Chaniago, dan Yudi Latif. Menurut Bima kala itu, syarat pengajuan capres melalui partai adalah diskriminasi, karena bukan syarat umum. Monopoli oleh partai-partai politik atas pengajuan seorang calon independen harus diakhiri karena hal tersebut merupakan esensial demi memperkuat demokrasi yang partisipatif.

"Masyarakat Indonesia pada umumnya menginginkan calon independen untuk Presiden. Hal tersebut disebabkan tingkat kepercayaan dalam hal pencalonan Presiden yang selama ini merupakan wewenang partai, paling rendah dibandingkan dengan lembaga lain, misalnya ormas, LSM, atau media massa," ujar ahli lainnya, Saiful Mujani waktu itu.


Rocky Gerung juga dihadirkan Fadjrel Rachman di MK waktu itu. Menurut Rocky, UU Pemilu telah mengurung kemuliaan prinsip citizenship dan seolah-olah memaksa semua orang menjadi anggota partai politik. Dengan kata lain, warga negara oleh undang-undang tersebut didiskriminasi menjadi warga negara yang berpartai politik dan warga negara yang tidak berpartai politik.

"Itu sama saja dengan perlakuan diskriminatif, dalam hal status sosial. Padahal konstitusi meletakkan warga negara dalam kedudukan sebagai primer atau imperatif sementara partai kedudukannya instrumental atau dipergunakan oleh warga negara," ucap Rocky.

Sayang, permohonan Fadjroel ditolak MK pada Februari 2009. Putusan Nomor 56/PUU-VI/2008 dibacakan pada 17 Februari 2009.

MK menilai ketentuan pasal ini sudah jelas baik secara tekstual maupun dengan penafsiran melalui original intent atau kehendak awal. Di mata MK kala itu, larangan capres perorangan tidak diskriminatif karena siapa saja yang memenuhi syarat demikian dapat diusulkan dan didaftarkan oleh partai politik atau gabungan partai politik untuk menjadi presiden dan/atau wakil presiden tanpa harus menjadi pengurus atau anggota partai politik.

"Bahwa diberikannya hak konstitusional untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden kepada partai politik oleh UUD 1945 bukanlah berarti hilangnya hak konstitusional warga negara. Apabila warga negara yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Pasal 6 dan dilakukan menurut tata cara sebagaimana dimaksud oleh Pasal 6A ayat (2) UUD 1945. Persyaratan mana merupakan prosedur atau mekanisme yang mengikat terhadap setiap orang yang berkeinginan menjadi Calon Presiden Republik Indonesia," kata Ketua MK Mahfud MD dalam putusa MK yang dikutip detikcom, Senin (11/5/2020).

Meski demikian, tiga hakim konstitusi, yaitu Abdul Mukhtie Fadjar-Maruarar Siahaan-Akil Mochtar- setuju dengan Fadjroel agar keran capres independen dibuka.

"Meskipun calon perseorangan perlu mendapatkan ruang dalam pemilu presiden dan wakil presiden, namun secara realistis tidak mungkin untuk Pemilu 2009 yang sudah sangat dekat waktunya. Barangkali pada Pemilu tahun 2014 atau 2019 dapat diwujudkan, sehingga pasal-pasal UU 42/2008 yang dimohonkan pengujian bersifat 'conditionally constitutional' atau 'conditionally unconstitutional', dalam arti konstitusional atau tidak konstitusionalnya bersyarat, yaitu 'konstitusional apabila memberi ruang bagi calon perseorangan' atau 'tidak konstitusional apabila tidak memberi ruang bagi calon perseorangan'," demikian pertimbangan Abdul Mukhtie Fadjar.

Maruarar Siahaan menilai dengan tidak diakomodirnya capres independen dalam Pemilu menjadi tidak konstitusional. Sebab mengesampingan hak-hak dasar warga negara untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dengan menjadi calon presiden dan wakil presiden secara perseorangan atau independen.

"Dengan pembatasan yang menjadi substansi pasal 8 dan pasal-pasal terkait dalam UU 42/2008, tidak dapat dibenarkan karena tidak memenuhi asas proporsionalitas, yang menuntut keseimbangan tujuan dengan bobot hak dasar yang dilindungi dan dijamin dalam UUD 1945," ucap Maruarar.

Akil Mochtar sependapat dengan Abdul Mukhtie Fadjar. Menurutnya, ditolaknya permohonan Fadjroel Rachman karena pertimbangan agenda nasional pelaksanaan Pilpres tahun 2009 yang sudah sangat dekat.

"Maka pemberian ruang bagi calon presiden perseorangan harus diakomodir dalam UU 42/2008 dan dilaksanakan pada Pilpres tahun 2014," ujar Akil.

Namun, suara Mukhtie-Maruarar-Akil kalah melawan 6 hakim konstitusi lainnya yang diketuai Mahfud Md. Keenam hakim MK merujuk Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik. Pasal itu berbunyi:

Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

Permohonan Fadjroel bisa saja tidak dikabulkan, dan gagal jadi Presiden RI. Tapi kini ia setiap hari ngantor di Istana Merdeka sebagai juru bicara Presiden.

11 Tahun berlalu, MK kembali diminta mengesahkan capres independen. Beda dengan Fadjroel, Ki Gendeng menggunakan alasan kebathinan dan juga alasan sosial kemasyarakatan. Sebab kasus Pilpres 2019 yang mengerucut pada pertentangan dua kubu sehingga masyarakat terbelah.

"Pemohon merasakan perpecahan cebong dan kampret yang mana menjadi terbelah dua masyarakat, sehingga hal ini telah merusak sosial sehingga tidak baik untuk keutuhan NKRI," cetus Ki Gendung.

Bila pada 2009 MK mengunci capres independen, apakah kini bisa dibuka? MK dalam putusan soal quick count Pemilu menyatakan konstitusi itu hidup dan berkembang. Alhasil putusan MK tidak statis, tapi dinamis. MK mencontohkan di Amerika Serikat di kasus pemisahan sekolah warna berdasarkan warna kulit di AS.

Pada 1896, MK Amerika Serikat menyatakan hal itu bukan diskriminasi atas dasar prinsip separate but equal (terpisah tetapi sama). Namun pendirian itu diubah pada 1954. Supreme Court memutuskan pemisahan sekolah yang didasarkan atas dasar warna kulit bertentangan dengan konstitusi.

Jalan panjang Ki Gendeng Pamungkas masih panjang. Permohonan baru didaftarkan. Jadwal sidang pun belum diagendakan oleh MK. Bagaimana endingnya?

Halaman 3 dari 3
(asp/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads