Selain itu, tes swab yang lama ini juga akan berakibat terhadap peningkatan kasus kematian akibat Corona. Karena, kata Slamet, pasien dalam pengawasan (PDP) tidak diperlakukan seperti pasien yang terkonfirmasi COVID-19.
"Jadi mungkin lebih optimal di pasien yang sudah confirmed, sehingga kemungkinan besar bisa meningkatkan kematian. Jadi perlakuan PDP sama confirmed itu beda ya," ucap Slamet.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Slamet mengatakan tes swab yang lama juga akan meningkatkan penularan virus Corona. Menurut Slamet, sebagian orang masih keluyuran lantaran merasa dirinya tidak terpapar COVID-19.
Efek lain dari tes swab yang lama ini juga bisa mengurangi tempat tidur perawatan. Pasien yang sudah sembuh harus tetap berada di ruang perawatan karena masih menunggu hasil tes swab.
"Akibatnya tetap penuh, pasien lain mau masuk tidak bisa, kemudian cost perawatan jadi mahal harusnya pasien dua minggu bisa jadi empat minggu, tapi kalau cost bisa debatable," ujar dia.
Selain itu, Slamet mengatakan tes swab yang lama ini bisa menyebabkan kekacauan data pasien. Sebab, kata dia, sebagian PDP meninggal tanpa ada hasil tes swab.
"Akan mengacaukan data, banyak pasien PDP yang meninggal tanpa ada hasil swab, sehingga ini akan mengacaukan data," imbuh dia.
(knv/hri)