Kombinasi perluasan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara masif dengan bulan suci Ramadhan dinilai bisa jadi momentum untuk meredam kecepatan laju penyebaran infeksi virus Corona di Indonesia.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menyampaikan sepanjang bulan Ramadhan aktivitas masyarakat Muslim di luar rumah tentunya berkurang signifikan.
"Bagi setiap umat muslim bulan suci Ramadhan merupakan area untuk meningkatkan intensitas ibadah seraya melatih kesabaran dan daya tahan," ujar Hermawan pada wartawan, Rabu (22/4/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setiap tahun di bulan Ramadhan kantor-kantor banyak mengurangi jam kerja, kampus ada yang diliburkan untuk memberi ruang bagi umat muslim agar dapat lebih banyak beribadah di rumah. Hal seperti ini merupakan hal alamiah yang terjadi setiap tahun," kata dia.
Karena itu, menurut Hermawan, pemerintah harus betul-betul bisa memanfaatkan momentum alamiah ini untuk menekan semaksimal mungkin kecepatan penyebaran penyakit COVID-19.
Caranya menurut Hermawan, paralel dengan masuknya bulan Ramadan yang masih akan ditentukan dalam sidang isbat pada 23 April 2020, pemerintah semestinya memperluas pelaksanaan PSBB di seluruh wilayah Indonesia.
"Pemberlakuan PSBB menyeluruh dan masif di Indonesia harus didorong. Tidak cukup lagi secara parsial atau hanya di kota-kota besar karena laju COVID-19 sudah merambah ke semua dan terus menggandakan diri. Bahkan di luar Jawa pun hampir seluruh kabupaten dan kota sudah ada kasus positif," ujar Hermawan.
"Saya sudah berhitung kalau pemerintah bisa menggunakan momentum Ramadhan sekaligus PSBB agar lebih masif pasti akan sangat efektif menahan laju penyebaran. Bayangkan saja ini kan sebulan penuh. Sayang sekali jika momen Ramadan ini dilewatkan begitu saja."
Namun, Hermawan mengakui tantangan terbesarnya masih ada sekelompok masyarakat yang enggan mematuhi instruksi agar beribadah di rumah. Meski Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa membolehkan masyarakat untuk mengganti salat Jumat dengan salat Zuhur demi mencegah penyebaran COVID-19 bagi orang-orang sehat.
"Setiap individu punya daya nalar, tingkat kesadaran, dan mawas diri yang berbeda. Lalu kalau beberapa minggu kita mungkin masih bisa melihat ada zona hijau, sekarang dengan kecepatan penyebaran seperti ini apakah masih ada daerah yang dikategorikan aman," ujar Hermawan.
Karena itu, menurut Hermawan pemerintah melalui Kementerian Agama harus menindaklanjuti ruang yang telah dibuka oleh MUI. Selama ini Kemenag tidak punya instrumen yang tegas. Padahal Kemenag dan kantor urusan agama sampai level kecamatan punya otoritas sebagai pembina masjid seluruh Indonesia.
"Di daerah-daerah ada masjid yang nurut ada juga yang tidak. Karena tidak ada upaya yang terkonsolidasi dari Kemenag. Dalam bulan Ramadan besok saya kira umat Muslim bisa menerima instruksi meniadakan salat tarawih di masjid. Jangankan yang sunah, yang wajib saja seperti salat Jumat jadi tidak wajib karena situasi kedaruratan," ujar Hermawan.