Tim Advokasi Novel: Dakwaan Terdakwa Teror Air Keras Beda dengan TPF Polri

Tim Advokasi Novel: Dakwaan Terdakwa Teror Air Keras Beda dengan TPF Polri

Muhammad Ilman Nafi'an - detikNews
Kamis, 19 Mar 2020 20:35 WIB
Penyerang Novel Baswedan
Sidang terdakwa peneror air keras ke Novel Baswedan. (Muhammad Ilmah Nafi'an/detikcom)
Jakarta -

Tim advokasi Novel Baswedan mengkritisi sidang teror air keras yang baru saja digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dalam sidang ini, ada dua terdakwa, yakni Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette.

Anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Alghiffari Aqsa, menyayangkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang menyebut kasus ini sebagai penganiayaan saja, tidak disebutkan berkaitan dengan kerja sebagai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Tidak ada Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 340 atau pasal pembunuhan berencana sesuai fakta bahwa Novel diserang karena kerja-kerjanya menyidik kasus korupsi dan hampir saja kehilangan nyawanya akibat cairan air keras yang masuk ke paru-paru," ujar Alghiffari dalam keterangan tertulis, Kamis (19/3/2020).

Dalam tuntutan itu, kata Alghiffari, jaksa tidak menyebutkan ada aktor intelektual di balik kasus ini. Menurutnya, dakwaan jaksa bertentangan dengan tim pencari fakta bentukan Polri juga menemukan kasus ini ada kaitannya dengan kasus korupsi yang sedang ditangani Novel.

"Dakwaan jaksa penuntut umum sangat bertentangan dengan temuan Tim Pencari Fakta bentukan Polri untuk Kasus Novel Baswedan yang menemukan bahwa motif penyiraman air keras terhadap Novel yang berkaitan dengan kasus-kasus korupsi besar yang ditanganinya," ucapnya.

Oleh karena itu, Alghiffari menduga jaksa tidak melakukan penyidikan hingga mendalam. "Dalam dakwaan JPU tidak terdapat fakta atau informasi siapa yang menyuruh melakukan tindak pidana penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Patut diduga jaksa sebagai pengendali penyidikan satu skenario dengan kepolisian mengusut kasus hanya sampai pelaku lapangan," katanya.


Selain itu, Alghiffari mengkritik tindakan Polri yang menyediakan 9 pengacara untuk membela kedua terdakwa. Padahal kedua terdakwa itu tidak sedang melaksanakan tugas dari Polri.

"Mabes Polri menyediakan 9 orang pengacara untuk membela para terdakwa. Hal yang sangat janggal karena perbuatan pidana para terdakwa bukanlah tindakan dalam melaksanakan tugas institusi namun mendapatkan pembelaan dari institusi kepolisian," ucapnya.

Lebih lanjut, Alghiffari merasa janggal dengan keputusan kedua terdakwa yang enggan mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa. Dengan tidak adanya eksepsi, sidang akan langsung masuk pada tahap pembuktian.

"Sidang selanjutnya akan langsung masuk kepada tahap pembuktian dan didahului dengan pemeriksaan saksi. Artinya, sidang dibuat cepat dari lazimnya sidang pidana," ucapnya.

Kemudian, tim advokasi Novel mendesak majelis hakim membuat keputusan yang independen dan progresif untuk mengungkap kebenaran materiil dalam kasus ini, sehingga persidangan kasus ini dapat memberikan keadilan bagi korban dan masyarakat. Alghiffari juga meminta Komisi Yudisial, Badan Pengawas Mahkamah Agung, Komisi Kejaksaan, Ombudsman RI, Organisasi Advokat, hingga Komnas HAM untuk memantau seluruh proses persidangan.

Halaman 2 dari 2
(gbr/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads