Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo yang menggaungkan gerakan memakmurkan masjid dan salat berjemaah di tengah pandemi virus Corona (COVID-19). MUI berbicara kekhawatiran penularan virus dari satu jemaah ke jemaah yang lain.
"Masjid adalah tempat yang suci dan mulia. Dan kita tidak pernah menganggap masjid itu sarang penyakit dan apalagi mendorong orang untuk phobia kepadanya. Tetapi yang menjadi masalah adalah adanya virus Corona yang menular yang bisa dibawa oleh jemaah yang sudah terkena ke mesjid sehingga yang tadinya tidak terkena oleh virus tersebut karena juga hadir di mesjid yang sama maka jemaah yang lain juga menjadi terkena," kata Sekjen MUI Anwar Abbas kepada wartawan, Kamis (19/3/2020).
"Oleh karena itu kalau ada yang sudah terkena maka dia tidak boleh mendatangi masjid karena sudah jelas-jelas yang bersangkutan secara sadar atau tidak akan bisa menularkan penyakitnya kepada orang lain," sambung Anwar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun masalahnya, menurut Anwar, ada orang yang tidak tahu dirinya terinfeksi Corona lalu datang ke masjid. Imbasnya, jemaah lain pun ikut terkena virus Corona.
"Di sinilah masalah tersebut muncul yaitu bagaimana sikap kita menghadapi masalah ini. Apakah akan membiarkan saja apa yang sudah berlangsung selama ini di mana jemaah silakan saja tetap salat berjemaah dan salat Jumat ke masjid atau bagaimana? ujar Anwar.
Simak video Sambut Fatwa MUI, Aa Gym: Salat di Rumah!:
Anwar lantas mengingatkan tentang pentingnya menjaga diri. Dia membandingkan kematian akibat perang dan virus Corona.
"Di dalam Alquran kita diingatkan oleh Allah SWT untuk tidak menjatuhkan dan menyeret diri kita ke dalam kebinasaan. Pertanyaannya kebinasaan seperti apa yang akan mungkin bisa terjadi? Dalam masalah perang yang tahu banyak tentang kebinasaan yang mungkin terjadi akibat dari suatu perbuatan adalah tentara dan atau jenderalnya. Tapi dalam masalah virus yang tahu akibat buruk yang akan ditimbulkannya adalah dokter dan atau orang yang memang bidang studi dan kajiannya adalah tentang virus. Itulah sebabnya MUI belum bisa mengeluarkan fatwanya sebelum mendengar penjelasan dari pihak yang kredible dan kompeten tentang masalah virus ini," beber Anwar.
Dia mengatakan MUI dalam fatwanya tentang ibadah di tengah wabah Corona mendengarkan pertimbangan sejumlah ahli yang kredibel. Jika ada keterangan mengenai berkumpul di masjid tidak berbahaya, tentu MUI akan mempertimbangkan fatwa baru.
"Dan setelah itu dilakukan barulah komisi fatwa mengkaji lebih lanjut dan mengeluarkan fatwanya seperti yang sudah beredar tersebut. Oleh karena itu kalau ada pihak-pihak yang memang ahli dalam bidang pervirusan dan bisa meyakinkan dunia keilmuan bahwa berkumpul di masjid itu tidak berbahaya maka MUI tentu pasti akan mempertimbangkan fatwa baru. Tetapi kalau yang berbicara itu tidak dalam bidangnya ya MUI belum bisa mengkaji ulang tentang fatwanya tersebut karena akan sulit bagi MUI untuk mempertanggungjawabkan fatwanya tersebut kepada Tuhan dan kepada sesama," ujar dia.