Jakarta -
Mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora RI, Bambang Tri Joko mengungkap adanya permintaan dana tambahan biaya kunjungan kerja (kunker) mantan Menpora Imam Nahrawi. Bambang menyebut dana tambahan itu kemudian dibebankan ke anggaran Satlak Prima.
Hal itu disampaikan Bambang saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2020). Bambang menyebut permintaan anggaran kunker itu disampaikan oleh asisten pribadi Imam Nahrawi, Miftahul Ulum. Mulanya, Bambang menceritakan saat itu pernah dipanggil oleh Sesmenpora Alfitra Salamm.
Bambang menjelaskan kala itu Alfitra bercerita mengenai adanya permintaan Ulum agar Kemenpora menambahkan biaya operasional kunjungan Imam. Alasan Ulum meminta tambahan itu karena uang dinas yang diterima Imam kurang untuk keperluan Imam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya dipanggil Pak Sesmen Pak Alfitra Salamm beliau sampaikan bahwa barusan Ulum menghadap beliau dalam rangka keperluan kunker terdakwa, karena menurut yang saya tangkap dari Pak Alfitra adalah kurang, sehingga mereka minta tambahan," ujar Bambang.
Bambang menjelaskan padahal anggaran kunker menteri itu sudah masuk ke dalam daftar isian pelaksana anggaran (DIPA) Kemenpora yaitu dalam sebulan dianggarkan Rp 100 juta. Biaya kunker itu sudah termasuk dengan biaya tiket, uang dinas, dan juga penginapan.
"Bahwa jadi setiap menteri udah di anggarkan sebulan Rp 100 juta. Nggak hanya terdakwa, tapi yang saya maksud adalah perjalanan menteri, eselon I, pegawai dan lain-lain sudah diatur uang harian itu udah ada dalam DIPA," katanya.
Menurut Bambang, tambahan anggaran itu bakal digunakan Imam untuk menjamu pemuda-pemuda daerah yang akan bertemunya nanti saat kunjungan.
"Ini permintaan Pak Ulum, karena Pak Menteri butuh keperluan untuk di daerah tuh ada para pemuda, insan pemuda, salah satu yang dibilang adalah itu untuk jamuan. Itu Ulum sampaikan," jelas Bambang.
Setelah dirapatkan akhirnya permintaan tambahan biaya operasional kunker itu disetujui oleh Sesmenpora. Dia mengatakan uang tambahan kunker itu diambil dari anggaran Satlak Prima.
Bambang mengaku tidak tahu pasti berapa besaran biaya tambahan yang diambil Imam dari anggaran Satlak Prima, dia hanya menyebut biaya tambahan kunker yang diperlukan Imam itu kisarannya Rp 50 sampai Rp 75 juta.
"Setelah kami dipanggil Pak Sesmen (Alfitra Salamm) kemudian saya dipanggil lagi, beliau sampaikan bahwa sudah diputuskan tentang tambahan tadi. Tambahan itu akan dibebankan di anggaran (Satlak) Prima," kata Bambang.
"Saudara tahu nggak berapa anggaran Satlak Prima yang diambil untuk kunker terdakwa?" Tanya jaksa KPK Ronald ke Bambang.
"Ya saya mereverse, angaran yang diminta setiap kunjungan itu antara Rp 50 juta sampai Rp 75 juta. Itu yang diminta saudara Ulum kepada Pak Sesmen," jawab Bambang.
Ketika ditanya apakah ada atau tidak laporan pertanggungjawaban dari Ulum terkait anggaran Saltlak Prima yang dipakai untuk kunker. Bambang mengaku tidak tahu karena saat itu dia sudah pensiun.
"Saya nggak tahu, karena saya Juni 2016 pensiun," ucap Bambang.
Dalam sidang ini, Imam Nahrawi duduk sebagai terdakwa. Dia didakwa menerima uang Rp 11,5 miliar. Penerimaan uang tersebut untuk mempercepat persetujuan dana hibah KONI ke Kemenpora.
Perbuatan Imam dilakukan bersama-sama dengan mantan Asisten Pribadi Menpora Miftahul Ulum. Imam dan Ulum menerima uang dari eks Sekretaris Jendral KONI Ending Fuad Hamidy dan eks Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy.
Selain itu, Imam Nahrawi didakwa menerima gratifikasi Rp 8,6 miliar. Uang gratifikasi itu berasal dari Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy hingga anggaran Satlak Prima.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini