Jokowi Minta Publik Pelajari Draf Omnibus Law, Ahli Ungkit Kasus RUU KPK

Jokowi Minta Publik Pelajari Draf Omnibus Law, Ahli Ungkit Kasus RUU KPK

Andi Saputra - detikNews
Jumat, 21 Feb 2020 14:58 WIB
Dua orang ahli dihadirkan untuk menjadi saksi dalam sidang lanjutan Uji Formil UU KPK. Dua orang ahli itu yakni Zainal Arifin Mochtar dan Bivitri Susanti.
Bivitri Susanti (ari/detikcom)
Jakarta -

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat mempelajari draf RUU Cipta Kerja yang sudah diserahkan ke DPR. Hal itu mengingatkan publik atas kasus RUU KPK. Di mana DPR tiba-tiba mengesahkan dalam hitungan hari.

"Ada masalah fundamental kalau dikatakan bahwa yg tidak setuju suatu RUU mungkin karena belum baca RUU-nya. Ini yang juga dinarasikan waktu mahasiswa demonstrasi mengenai RUU KUHP dan Revisi KPK," kata ahli hukum tata negara Bivitri Susanti kepada wartawan, Jumat (21/2/2020).

Menurut Bivitri, pernyataan seperti yang diungkapkan Jokowi mengandaikan bahwa aspirasi hanya monopoli para ahli. Hanya orang-orang yang paham betul suatu UU yang 'boleh' berpendapat mengenai UU.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Padahal, partisipasi dalam pembuatan UU itu adalah prasyarat penting bagi demokrasi," ujar salah satu panelis Debat Capres 2019 itu.

Bivitri tidak menampik nantinya ada wakil rakyat. Tetapi dalam literatur terkini, semakin dipahami bahwa 'wakil; atau anggota DPR belum tentu betul-betul mewakili aspirasi.

ADVERTISEMENT

"Karena antara yang diwakili dan mewakili, ada partai politik yang belum direformasi dan ada kepentingan-kepentingan politik dan ekonomi jangka pendek," tutur Bivitri.

Oleh sebab itu,sudah banyak muncul teori demokrasi deliberatif dan bahkan metode-metode partisipasi.

"Jadi bukan cuma di Indonesia. Di mana-mana, di dunia ini, partisipasi dan pandangan dari orang biasa itu wajar-wajar saja, dan bukan cuma harus diterima, tetapi dipertimbangkan secara sungguh-sungguh," cetus Bivitri.

Simak Video "Komentari Salah Ketik Omnibus Law, MPR: Namanya Manusia"

[Gambas:Video 20detik]



Masalah kedua dari pernyataan Jokowi, pemerintah harus menyadari juga bahwa proses penyusunan Cipta Kerja itu sangat tertutup. Publik baru bisa mengakses naskahnya setelah RUU disampaikan ke DPR. Kalaupun ada naskah yg sempat beredar, Kemenko langsung membantah dan menutup semua akses.

"Bahkan diberitakan pula bahwa tidak semua penyusun boleh memegang naskah, bahkan sampai menandatangani perjanjian untuk tidak membocorkan," kata Bivitri sangat menyesalkan.

Bivitri menegakan, UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan UU juga sudah mengatur mengenai kewajiban transparansi ini. Yaitu sejak tahap penyusunan, tidak hanya dalam tahap pembahasan.

"Partisipasi mendalam macam apa yang mau didapat kalau proses ditutup-tutupi? Ini memang sudah berlaku sekarang, tapi harus dijadikan catatan penting bahwa ketertutupan adalah praktik yang keliru besar," pungkas Bivitri.

Berikut pernyataan Jokowi di akun Twitternya:

Pemerintah dan DPR terbuka untuk menerima masukan dari berbagai pihak terkait RUU Cipta Kerja. Sepanjang belum disahkan menjadi UU, masyarakat dapat menyampaikan kritik dan saran atas RUU ini. Tapi saya minta agar draf aturan tersebut dipelajari terlebih dahulu dengan saksama.

Halaman 2 dari 2
(asp/rdp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads