Komisi Informasi Pusat (KIP) menggelar sidang ajudikasi Indonesia Corruption Watch (ICW) dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). ICW melaporkan BPKP karena diduga tidak melakukan asas keterbukaan informasi publik.
Laporan itu bermula dari hasil pemantauan ICW terkait defisit BPJS Kesehatan yang jumlahnya mencapai Rp 10 triliun. ICW kemudian meminta hasil audit BPJS Kesehatan yang dilakukan BPKP.
"Defisit yang jumlahnya triliunan itu menurut hasil pemantauan kami terhadap korupsi kesehatan. Paling tidak pemerintah memberikan dana talangan Rp 10 triliun itu sampai 2018. Untuk tahun berikutnya bahkan jumlahnya lebih besar," kata peneliti ICW Bidang Divisi Korupsi Politik, Egi Primayogha, di gedung Wisma BSG, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: KIP: Publik Berhak Tahu Proses Omnibus Law |
Namun, kata Egi, BPKP enggan memberikan informasi lengkap terkait hasil audit yang dilakukannya. Padahal, saat itu, menurutnya ada potensi permasalahan besar hingga BPJS Kesehatan mengalami defisit berjumlah triliunan rupiah.
"Alasan dasarnya kami lihat ini permasalahan besar, soal BPJS, yang jumlahnya defisit triliunan rupiah, lalu pemerintah melalui pajak yang kita bayar memberikan dana talangan jumlahnya juga triliunan rupiah dan hasil jumlah itu didapat dari hasil audit BPKP," ujarnya.
"Jadi yang ingin kami tahu dari hasil audit itu masalah-masalahnya apa saja, kenapa kami minta hasil audit yang lengkap tidak hanya ringkasan karena kami ingin tahu secara detail secara rinci masalahnya di mana saja, dan apa saja. Misal masalahnya ada di puskesmas, atau di BPJS yang kelas I-kah atau kelas II-kah, itu yang mau kami tahu," lanjut Egi.
Adapun laporan ini sudah dilakukan ICW pada Januari 2018. KIP lalu memulai sidang ajudikasi ICW dengan BPKP pada Januari 2020. Proses persidangan masih berjalan.
Defisit BPJS Kesehatan Mencapai Triliunan, ICW Gugat BPKP:
(eva/mae)