Soal Nasib WNI Eks ISIS, Eks Hakim Agung: Harus Diputus Pengadilan

Soal Nasib WNI Eks ISIS, Eks Hakim Agung: Harus Diputus Pengadilan

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 12 Feb 2020 20:33 WIB
Prof. Dr. Topane Gayus Lumbuun, SH, MH (lahir di Manado, 19 Januari 1948; umur 67 tahun), mengawali kariernya sebagai seorang advokat dengan membuka Kantor Hukum Gayus Lumbuun & Associates. Sebagai seorang Advokat, Gayus dapat dikategorikan sebagai seorang Advokat yang berhasil, berbagai kasus dan klien perusahaan papan atas pernah menjadi kliennya.
Foto: Eks Hakim Agung Gayus Lumbuun. (Ari Saputra-detikcom)
Jakarta -

Mantan hakim agung Gayus Lumbuun mengatakan status kewarganegaraan warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS harus diputus lewat proses peradilan. Sebab, Indonesia merupakan negara hukum.

"Ratas (rapat terbatas) di Istana itu pandangan-pandangan mengenai tanggung jawab, keamanan, itu betul. Namun, ratas hanya memutuskan untuk mencegah sementara mereka masuk, selebihnya serahkan ke pengadilan," kata Gayus saat ditemui usai menghadiri diskusi di Jakarta, seperti dilansir Antara, Rabu (12/2/2020).

Gayus menjelaskan status kewarganegaraan seorang WNI tidak boleh dicabut secara serta-merta oleh pemerintah, meskipun aturan Undang-Undang memungkinkan adanya sanksi tersebut. Dia menjelaskan undang-undang merupakan aturan legal abstrak (law in abstracto) yang seharusnya dibuat terang atau konkret melalui proses persidangan (law in concreto).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini harus diuji dulu di pengadilan, betul tidak dia bakar paspor. Yang mana dari 600 ini yang bakar paspor. Berapa anak kecil yang dibawa bapaknya ke luar negeri, berapa yang lahir di luar negeri," terang eks politikus PDIP itu.

Pemerintah Indonesia pada Selasa (12/2) memutuskan tidak memulangkan lebih dari 600 WNI bekas kombatan ISIS yang saat ini mengungsi di penampungan di Turki dan Suriah. Keputusan itu disepakati lewat rapat kabinet tertutup yang digelar oleh Presiden Joko Widodo bersama sejumlah menteri di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.

ADVERTISEMENT

Alasan utama pemerintah tidak memulangkan kurang lebih 689 WNI eks kombatan ISIS atau bekas teroris lintas batas (foreign terrorist fighter) karena ingin menjaga keamanan 260 juta warga Indonesia.

Terkait alasan itu, Gayus sepakat negara perlu menjamin keamanan warganya. Namun, ratusan WNI bekas kombatan ISIS juga memiliki hak asasi yang perlu dipenuhi negara, salah satunya hak untuk mendapat proses persidangan yang adil.

"Ini semua ada aturan hukumnya. Yang bakar paspor dihukum pencabutan warga negara, dipidana seumur hidup juga boleh, karena mengkhianati negara, tetapi itu hakim yang memutuskan bukan kekuasaan," ujar Gayus menegaskan.

Gayus menerangkan praktik hukum di Indonesia memiliki pengalaman membuat pengadilan in absentia, misalnya untuk kasus-kasus korupsi yang terdakwanya melarikan diri ke luar negeri. Sistem peradilan semacam itu, menurut Gayus, juga tidak memerlukan waktu lama karena pengadilan dapat membuat skala prioritas.

"Pengadilan juga punya skala prioritas, di mana? ini Jakarta Pusat. Ketua pengadilan nanti dapat memutuskan ini patut disidangkan secara in absentia," ujar Gayus menegaskan.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads