"DPR yang diperiode sebelumnya nampak sangat galak di hadapan pemerintah kini terlihat seperti tak bertaring lagi. Keberanian yang diperiode lalu masih bisa diperlihatkan DPR seperti dalam membentuk Pansus Pelindo, walaupun berakhir tak jelas, tetapi minimal masih memperlihatkan semacam gebrakan berarti sekedar memperlihatkan kepada publik bahwa peran pengawasan atau kontrolk DPR masih tetap ada," kata peneliti Formappi, Lucius Karus, kepada wartawan, Rabu (22/1/2020).
Lucius memandangi wajah-wajah mileinal yang kini menghuni DPR. Ternyata jumlah anak-anak muda di periode ini menurutnya cukup banyak. Namun, itu tidak sebanding dengan semangat progresif yang muncul ke permukaan. Yang muncul justru kesan lesu darah DPR di hadapan pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahaya dari kondisi politik seperti ini adalah DPR kalah dalam posisi tawar dengan eksekutif, kemudian pihak eksekutif bisa leluasa dan sesuka hati bertindak. Check and balances tidak berjalan dengan semestinya. Ini bukan ciri DPR pasca-reformasi seperti yang sudah-sudah.
Memangnya, apa kelebihan Pansus ketimbang Panja sehingga keputusan Pimpinan DPR untuk mendorong Panja Jiwasraya disesalkan Lucius?
"Dengan Pansus ruang DPR untuk melakukan pembongkaran terhadap kasus Jiwasraya akan terbuka karena power Pansus bisa memanggil siapa saja baik di pemerintah maupun swasta yang diduga memilikki informasi terkait kisruh Jiwasraya," kata Lucius mendasarkan ke UU MD3 Nomor 17 Tahun 2014 dan Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib.
"Panja hanya dekorasi DPR saja biar terlihat responsif walau kita tahu tak ada harapan besar dengan model pengawasan minimal untuk kasus besar seperti Jiwasraya ini," kata Lucius.
PKS-PD Ingin Pansus Jiwasraya, Ketua DPR: Biarkan Komisi VI Bekerja
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini