Ajukan Eksepsi, Terdakwa Pembantaian Karyawan Istaka Karya Papua Minta Bebas

Ajukan Eksepsi, Terdakwa Pembantaian Karyawan Istaka Karya Papua Minta Bebas

Faiq Hidayat - detikNews
Selasa, 21 Jan 2020 19:28 WIB
Foto: Sidang kasus pembantaian puluhan karyawan PT Istaka Karya. Terdakwa didampingi penerjemah. (Faiq-detikcom)
Jakarta - MG selaku terdakwa kasus pembantaian puluhan karyawan PT Istaka Karya di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua minta dibebaskan dari penjara. Perkara yang menjeratnya juga diminta dihentikan oleh majelis hakim.

Hal itu disampaikan pengacara MG, Tigor Hutapea saat membacakan nota keberatan atau eksepsi dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jl Bungur Raya, Jakarta, Selasa (21/1/2020).

"Berkenaan dengan itu mohon agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini dapat kiranya mempertimbangkan Nota Keberatan (eksepsi) ini, dan memutuskan, menyatakan menghentikan pemeriksaan dalam perkara ini. Memerintahkan agar terdakwa MG dikeluarkan dari tahanan," kata Tigor Hutapea.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Tigor mengatakan surat dakwaan yang disusun oleh jaksa penuntut umum (JPU) tidak cermat mengenai identitas, usia hingga alamat. Dalam surat dakwaan, MG ditulis identitas nama Mispo Gwijangge, berusia 20 tahun yang lahir tahun 1999.

Selain itu, menurut Tigor, surat dakwaan juga menuliskan alamat Kampung Suwenem Distrik Yigi Kabupaten Nduga/Megapura Wamena dan beragama kristen protestan. Surat dakwaan itu dinilai tim kuasa hukum MG keliru dan tidak cermat.

"Bahwa uraian identitas terdakwa pada Dakwaan Penuntut Umum menyebutkan bahwa terdakwa beragama Kristen Protestan. Sementara, terdakwa sendiri tidak mengenal agama dan menjawab pertanyaan mengenai agamanya dengan jawaban bahwa agamanya adalah berkebun," kata Tigor.

"Bahwa kekeliruan dan ketidakjelasan Dakwaan Penuntut Umum mengenai hal-hal yang kami uraikan diatas jelas melanggar ketentuan Pasal Pasal 143 ayat 2 huruf a KUHAP sehingga dakwaan tidak cermat, jelas, dan lengkap mengakibatkan surat dakwaan Penuntut Umum batal demi hukum (absolute nietig)," imbuh dia.



PN Jakarta Pusat, menurut dia tidak berwenang mengadili perkara kliennya. Persidangan yang dipindahkan ke PN Jakarta Pusat juga mempersulit untuk menghadirkan saksi meringankan dari Nduga karena biaya perjalanan ke Jakarta sangat besar.

"Berdasarkan hal tersebut, kami mohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia mempertimbangkan kembali untuk mengadili perkara pidana a quo, dan menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang dalam mengadili perkara pidana a quo," kata dia.




Kejagung Ungkap Progres Kasus Rasial Asrama Papua di Surabaya:




Sementara itu, ia mengatakan kliennya masih berusia anak-anak sehingga persidangan perkara itu menggunakan sistem peradilan anak. Informasi dari keluarga, menurut dia, kliennya lahir pada tahun 2003 setelah kejadian Wamena pada tahun 2001.

Sedangkan kliennya, sambung dia ditangkap pada 11 Mei 2019, dimana usianya masih 15 tahun.

"Berdasarkan hal tersebut, sudah sepatutnya penyidik maupun Penuntut Umum memperlakukan terdakwa sebagai anak yang berhadapan dengan hukum, yang mana penyidik maupun Penuntut Umum menggunakan mekanisme sistem peradilan pidana anak," jelas dia.



Saat proses penyidikan di Polres Jayawijaya, ia menyebut kliennya seharusnya didampingi penerjemah karena tidak bisa memahami bahasa Indonesia. Berkas perkara berita acara kliennya pun tidak ada tanda tangan dari seorang juru bahasa.

"Dengan demikian, berdasarkan hal tersebut surat dakwaan dibuat berdasarkan pada berita acara penyidikan yang cacat hukum, karena telah melanggar ketentuan Pasal 51 huruf a dan Pasal 53 ayat (1) KUHAP, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dengan register DM-35/R.1.16/Eku.1/09/2019 adalah batal demi hukum," katanya.

Terdakwa MG didakwa melanggar Pasal 340, Pasal 338 atau Pasal 351 Ayat 3 KUHP. Persidangan MG dipindahkan ke PN Jakarta Pusat karena alasan keamanan.

MG merupakan satu warga yang diduga terlibat melakukan pembantaian puluhan pekerja jembatan di Nduga, yang semuanya merupakan warga perantau.

"Melalui permohonan pemindahan, dikeluarkan keputusan MA Nomor 233/MA/SK/XI/2019 tentang penunjukan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memeriksa dan memutuskan perkara pidana atas terdakwa MG," kata Ketua Pengadilan Negeri (PN) Wamena di Jayawijaya, Yajid, sebagaimana dilansir Antara, Senin (16/12).
Halaman 2 dari 2
(fai/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads