Hiendra merupakan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) yang disangkakan KPK memberikan suap ke Nurhadi melalui menantunya bernama Rezky Herbiyono. Dalam praperadilan ini ketiganya mengajukan diri sebagai pemohon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peristiwa itu terjadi pada 12 Desember 2019 saat tim KPK mendatangi rumah Hiendra. Saat itu tim KPK mengetahui Hiendra baru tiba di Jakarta usai terbang dari Ternate tetapi Hiendra meminta istrinya, Lusi Indriati, membohongi tim KPK.
"Pemohon III (Hiendra) menghindar dan tidak mau pulang ke rumah serta meminta agar istri pemohon berbohong kepada termohon (KPK) menyampaikan posisi Pemohon III berada di Maluku. Padahal yang bersangkutan sudah berada di Jakarta dan sedang dalam perjalanan menuju ke rumah, sebagaimana manifes penumpang Garuda Indonesia (GA649) dari Ternate ke Jakarta pada tanggal 12 Desember 2019," kata salah seorang anggota Biro Hukum KPK Indah Oktianti saat membacakan jawaban atas praperadilan tersebut dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (13/1/2020).
"Dengan sengaja pemohon III melarikan diri dan tidak pulang ke rumah meskipun istrinya sudah meminta untuk pulang dan menyampaikan kehadiran termohon di rumahnya saat itu," imbuhnya dalam sidang yang dipimpin Ahmad Jaini.
Tim Biro Hukum KPK turut menyertakan bukti transkrip komunikasi Hiendra dengan istrinya saat itu. Berikut percakapannya:
Lusi : yank cepet pulangg ada KPk d rmh
Hiendra: km dmn
Lusi: aku d rmh
Ini kpk byk org mau ketemu kamu
Dia bilang km gak d tangkap
Hiendra: bilang di Maluku
Jelas
Lusi: ga bol3h
Hp ku sdh d pegang sm mrk
Udah yank sini aja
Yank
Pulang lah
Nih mau d gledah
Byk org
Km pulang
Km pulang
Hiendra: km ini bodoh
Jangan
Bilang
Bilang
Lusi: hih hp d bc
Selain itu KPK menyebutkan bila Hiendra pernah memerintahkan Lusi membawa kabur dokumen-dokumen. Namun KPK tidak menyebutkan dokumen apa yang disebutnya itu.
"Saya disuruh Hiendra bawa dokumen di mobil tetapi saya tidak tahu tujuannya ke mana, pas saya mau pergi arisan saya bawa sekalian dokumen-dokumen tersebut," ucap Indah menirukan pernyataan Lusi secara tertulis pada KPK.
Oleh karena itu, KPK menyebut praperadilan yang diajukan Hiendra itu tidak beralasan menurut hukum. KPK menyebut Hiendra tak bisa mengajukan praperadilan karena mencoba kabur dari KPK.
"Oleh karena pemohon III selaku tersangka melarikan diri dan tidak diketahui keberadaannya sejak tanggal 12 Desember 2019, maka pemohon III tidak memiliki kapasitas atau tidak berhak mengajukan permohonan praperadilan ke PN Jaksel," tegas Indah.
Sejak 12 Desember 2019 itu Hiendra dan Lusi disebut KPK meninggalkan rumahnya. KPK sudah beberapa kali mendatangi rumah tersebut tetapi tidak menemukan apapun.
Dalam praperadilan ini Rezky disebut sebagai Pemohon I, Nurhadi Pemohon II, dan Hiendra Pemohon III. Ketiganya menilai penyidikan KPK terhadap mereka tidak memenuhi prosedur hukum yang berlaku. Untuk itu mereka berharap hakim tunggal PN Jaksel menggugurkan status tersangka pada ketiganya.
Sedangkan untuk perkara pokoknya Nurhadi diduga KPK menerima total Rp 46 miliar dengan rincian Rp 33.100.000.000 dari Hiendra melalui Rezky dan Rp 12,9 miliar sebagai gratifikasi. Untuk gratifikasi, KPK belum membeberkan secara detail kecuali keterkaitan dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK (peninjauan kembali) di MA.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini