Solusi Raja Airlangga Atasi Banjir Era Abad Ke-11

Solusi Raja Airlangga Atasi Banjir Era Abad Ke-11

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Jumat, 03 Jan 2020 13:25 WIB
Candi Sumber Tetek peninggalan Airlangga di Kabupaten Pasuruan (Kominfo Jatim)
Jakarta - DKI Jakarta dilanda banjir karena hujan lebat yang terus mengguyur. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono bersilang pendapat soal solusi mengatasi banjir Jakarta. Perlukah kita belajar pada kerajaan kuno dulu?

Basuki awalnya mengatakan normalisasi sepanjang Kali Ciliwung yang ditangani hanya 16 km dari 33 km. Maka yang belum dinormalisasi terlihat genangan air.


Menanggapi Basuki, Anies mempunyai pendapat yang berbeda. Menurut Anies, selain normalisasi, harus ada pengendalian air dari Bogor yang masuk ke Jakarta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Anies, Kali Ciliwung sudah dilakukan normalisasi, namun Kampung Melayu tetap banjir pada Maret 2019 sehingga yang terpenting, bagi Anies pengendalian air sebelum masuk ke Jakarta.

Berabad-abad lalu sebelum silang pendapat soal cara mengatasi banjir ini muncul, Raja Airlangga sudah melakukan perawatan sungai saat memimpin Kerajaan Kahuripan, Jawa Timur, pada abad ke-11. Saat itu, Raja Airlangga dianggap berhasil mengatasi banjir yang disebabkan oleh meluapnya Sungai Brantas akibat hujan deras.


Armenson Diga Sandi dalam tulisan berjudul 'Banjir Sungai Brantas Masa Raja Airlangga Abad XI: Berdasarkan Prasasti Kamalagyan 1037 M', mencatat, ketika Sungai Brantas meluap, kegiatan ekonomi saat itu terganggu.

Berdasarkan yang tertulis pada Prasasti Kamalagyan, perekonomian pada era Raja Airlangga, dari pasar dan sistem distribusi yang lancar dan tertata secara rapi yang melalui Sungai Brantas. Sungai Brantas pada zaman itu dimanfaatkan sebagai jalur perdagangan.

Namun bencana banjir yang melanda di wilayah kerajaan yang disebabkan oleh luapan Sungai Brantas sangat mempengaruhi (mengurangi) jumlah pemasukan pajak yang harus disetor ke kerajaan. Hal ini tentu saja sangat mengganggu keseimbangan perekonomian Kerajaan.

Daerah-daerah kerajaan, seperti Desa Lasun, Palinjwan, Sijanatyesan, Panjigantin, Talan, Decapankah, Pankaja, dan Perdikan, menjadi kawasan yang terkena dampak banjir.

Sementara itu, sebagaimana dicatat oleh Siswanto dalam tulisan berjudul 'Identifikasi Penggunaan Lahan Berdasarkan Sumber Prasasti Abad Ke-11 M Di Jawa Timur', Raja Airlangga akhirnya membuat dawuhan untuk mengatasi luapan Sungai Berantas ini. Istilah dawuhan atau bendungan merupakan sebuah waduk yang digunakan untuk melakukan membendung luapan air.


Siswanto mencatat ada tiga bendungan saat itu. Yang pertama, konstruksi bangunan melintang sungai yang bertujuan membendung air sungai, kemudian dapat disalurkan ke saluran pembagi; kedua, yakni bangunan pematang di sepanjang sungai yang dibangun dengan tujuan mencegah peluapan air sungai pada masa musim hujan. Ketiga, kolam-kolam penampung air yang dibangun untuk irigasi pertanian yang biasanya dibangun dekat di dekat permukiman.

Cara ini pun terbukti berhasil. Raja Airlangga bisa mengatasi banjir sekaligus merawat sungai dengan bangunan bendungan. Setelah bangunan berdiri, pengelolaannya diserahkan kepada rakyat. Bahkan, sebelum wafat, sang raja berpesan agar bendungan itu dirawat.
Halaman 2 dari 2
(rdp/dnu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads