"Bicara tentang ekonomi syariah, seminggu yang lalu pulang dari Saudi, bicara dengan menteri umrah dan hajinya. Selesai bertemu, ada waktu setengah jam, waktu setengah jam dimanfaatkan untuk membriefing saya tentang visi 2030 Saudi. Dan saya bersyukur sedikit banyak tahu tentang visi 2030 Saudi. Pada dasarnya mereka merasa sudah tertinggal dalam modernisasi sudah tertinggal dibanding UAE. Bukan bermaksud kita mencontoh Saudi, karena dalam beberapa hal kita tidak sama. Tapi mungkin bisa juga dijadikan acuan. Salah satu poin adalah membangun masyarakat yang bergairah," kata Fachrul saat menyampaikan sambutan dalam Rakornas Badan Wakaf Indonesia (BWI) di Hotel Aryaduta, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Syaratnya ada dua, memenuhi kebutuhan dan kesehatan. Kedua, memperkuat identitas Islam dan bangsa. Jadi dia meletakkan itu dalam satu kotak. Bukan ada, identitas Islam sendiri, kotak lain (berisi) identitas bangsa," ujar dia.
Fachrul menjelaskan Arab Saudi kini mulai waspada terhadap ancaman-ancaman kelompok radikal. Di sisi lain, kata Fachrul, Arab Saudi juga ingin kembali membangun peradaban yang sampat terputus.
"Dia tidak menjelaskan jauh-jauh tapi saya melihat dia sudah sangat waspada, kalau mereka dicari identitas Islamnya aja, mungkin sangat rawan. Identitas nationnya aja, agak payah karena mereka mendapat ancaman dari kelompok-kelompok radikal. Atau kalau dia ngomong nation saja, nation ini harus diwarnai dengan Islam, sehingga dia buat dalam satu kotak," imbuh Fachrul.
"Dan dia bercerita juga, bahwa dia pernah mengalami sebuah masa, yang di mana kelompok-kelompok penguasanya memusnahkan artefak. Sehingga hubungan peradaban dia banyak terpupus. Banyak artefak yang dimusnahkan ingin mereka bangun kembali, mereka tidak ingin hubungan peradaban mereka terputus," sambung dia.
Fachrul kemudian bercerita mengenai spirit Saudi dalam mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain. Saudi, kata Fachrul, membangun kereta dan dengan menggandeng negara lain.
"Dia bangun kereta cepat Jeddah-Madinah-Mekah, wagonnya dari Rusia, proyek pembangunan relnya 100 persen dari China. Mereka bangun juga Arafah-Mina-Muzdalifah, itu keretanya China, kontraktor pembangunannya 100 persen China. Mungkin dia punya pemikiran lain, buat dia mana yang manfaatnya paling banyak, ambil aja. Tapi kita kan nggak bisa contoh," tutur Fachrul.
Dari pembicaraannya dengan menteri Saudi, Fachrul mengambil pelajaran penting mengenai penguatan identitas Islam dan kebangsaan. Menurut dia, dua aspek tersebut tak bisa dipisahkan.
"Yang ingin saya gambarkan, mereka sudah sangat berpikiran bahwa dia sudah sangat tertinggal, dan mereka ingin mengejar ketertinggalan itu, paling utama dia selalu ingin menjadikan pembangunan penguatan identitas itu, penguatan identitas Islam dan nation itu harus jadi satu, tidak bisa dipisahkan," tuturnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini