Salah satu cara menyudahinya adalah rencana merevisi UU Advokat. "Saya kira itu layak untuk dibahas bukan hanya sekadar pembahasan multi-bar atau single bar saja, tapi bagaimana para organisasi advokat ini juga harus memikirkan standar yang tinggi di organisasinya sendiri," kata anggota DPR, Taufik Basari, seusai acara diskusi dan silahturahmi advokat Indonesia di Gedung Auditorium Komisi Yudisial, Jalan Kramat Raya, Rabu (11/12/2019).
Adapun menurut advokat Ali Nurdin, banyaknya organisasi advokat memicu perpecahan, yang dikhawatirkan akan berdampak buruk berkepanjangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun menurut pengacara senior yang juga mantan hakim agung, Gayus Lumbuun, semua hal harus dikembalikan ke kode etik. Hal itulah yang bisa membedakan antara sebuah profesi dan non-profesi.
"Jadi hal paling sederhana membedakan itu ada di kode etik. Organisasi profesi jelas memiliki kode etik yang jelas, ada sanksi yang jelas bagi yang melanggarnya," tutur Gayus.
Sedangkan advokat M Ismak menilai perubahan advokat hanya bisa datang dari diri advokat sendiri. UU hanyalah sarana menuju profesi advokat yang agung.
"Keadaan terkait organisasi advokat ini saya kira harus kita akhiri dengan undang-undang. Harus segera kita akhiri. Kalau tidak diakhiri dengan undang-undang, akan terus begini, nggak, kita nggak akan ke mana-mana, malah akan menyulut kekacauan. Oleh karena itu, saya berharap kepada teman-teman dari DPR, khususnya di Komisi III, untuk segera. Jadi, apa pun itu, nanti bentuknya tahun 2020 mau itu multi-bar ataupun single bar harus kita terima dengan baik," pungkas M Ismak.
Tonton juga video Ahli Hukum: Memidanakan Saksi Bukanlah Gaya Advokat Profesional:
(asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini