"Foto itu aku pasang di FB, aku lihat ada cewek buat status aku like (lambang jempol di Facebook). Pasti itu ada yang penasaran, baru ajak kenalan," kata Bustanul.
'Like' menjadi pintu masuk bagi Bustanul melancarkan aksi tipu-tipunya. Dari 'Like' tersebut, calon korbannya bersedia membuka komunikasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Pakar Komunikasi Digital UI Firman Kurniawan mengatakan semua yang ditampilkan pada media sosial, seperti foto, caption, lokasi, termasuk tanggapan berupa like, komentar, adalah simbol. Aktivitas menampilkan simbol dan menerima simbol sebagai tanggapan merupakan penerapan dari interaksi simbolik.
Menurut teorinya, kata Firman, interaksi simbolik manusia dilakukan untuk menciptakan makna. Terhadap makna yang disukai, interaksi akan dilanjutkan dengan simbol-simbol yang memberikan rasa suka. Pihak yang di-Like postingannya, kata Firman, akan berupaya mempertahankan interaksi yang disukainya.
"Era ini, informasi macam apapun telah tersedia. Jumlahnya pun berlimpah. Sehingga dengan modus menampilkan eksistensi diri, seseorang berupaya memproduksi informasi yang mampu 'memaksa' pihak lain memberikan perhatian pada dirinya. Like, terutama yang berasal dari pihak yang kredibel, dikagumi dan memiliki makna pada seseorang, menjadi hal yang diburu," ulas Firman saat berbincang dengan detikcom, Selasa (10/12/2019).
![]() |
Bustanul berpura-pura menjadi polisi di media sosial. Muslihatnya itu membuat korbannya memiliki harapan interaksi lebih dengan Bustanul.
"Akan halnya pemberi like adalah orang yang dikagumi, disegani, makna simbolik dari suatu tindakan akan memiliki makna yang lebih besar. Maka untuk memperolehnya (mendapat perhatian ataupun mempertahankan interaksi, red) dilakukan tindakan-tindakan di luar kewajaran, demi memperoleh itu semua. Bahkan ketika harus bugil," pungkas Firman. (tor/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini