"Terbitnya Permenag Nomor 29 tentang Majelis Taklim, dalam pandangan saya terlalu berlebihan, mengatur hal yang sebetulnya bukan ranah negara. Majelis taklim itu bukan institusi pendidikan formal, informal dan nonformal yang memerlukan pengaturan negara," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily kepada wartawan, Jumat (29/11/2019).
Ace menegaskan bahwa pemerintah tak semestinya mengatur secara detail keberadaan majelis taklim. Sebab, menurut dia, majelis taklim adalah forum silaturahmi umat Islam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Secara kelembagaan, majelis taklim itu bukan seperti lembaga pendidikan formal yang sifatnya tetap tapi lebih dimaknai sebagai forum pengajian dan silaturahmi warga muslim untuk mendalami keislaman, yang kerap kali temporer," imbuhnya.
Dalam Pasal 6 ayat 1 Permenag Nomor 29 Tahun 2019 itu diatur bahwasanya setiap majelis taklim harus terdaftar pada kantor Kemenag. Ace menilai majelis taklim tak memerlukan pengakuan negara.
"Tidak ada konsekuensinya jika majelis taklim tidak mendaftarkan ke Kemenag. Majelis Taklim tidak memerlukan pengakuan (rekognisi) negara seperti halnya, misalnya, pesantren yang memang memiliki peran pendidikan yang mengeluarkan ijazah dan kontribusi negara untuk peningkatan kualitasnya," jelasnya.
Ace pun menyarankan agar Kemenag belajar lagi perihal hubungan negara dengan masyarakat. Agar, sebut dia, tak ada lagi aturan yang sebetulnya tidak perlu dibuat.
"Saya kira Kemenag harus belajar kembali soal relasi antara negara dan civil society atau masyarakat dalam konteks membangun negara. Hal-hal yang tidak perlu diatur negara, ya tidak perlulah diatur seperti itu," ucapnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini