Mencari Pengganti Ujian Nasional Tanpa Beban

Round-Up

Mencari Pengganti Ujian Nasional Tanpa Beban

Tim detikcom - detikNews
Jumat, 29 Nov 2019 22:17 WIB
Foto: Mendikbud Nadiem Makarim (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Jakarta - Wacana penghapusan ujian nasional (UN) tengah dikaji oleh Mendikbud Nadiem Makarim. Sang menteri pun sedang mencari pengganti UN sebagai tolok ukur. Namun syaratnya, tak boleh membebani siswa.

Pernyataan Nadiem ini disampaikan dalam sesi tanya jawab di Simposium Internasional Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah, di Hotel Grand Sahid, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (29/11/2019). Dia menjelaskan, jika UN dihilangkan, maka tetap harus ada tolok ukur.

"Mengenai UN, ini sedang dikaji. Menurut saya harus ada semacam tolok ukur, itu penting ya, nggak bisa hanya semuanya terjadi evaluasi di dalam sekolah. Menurut saya secara esensi masih penting ada tolok ukur," kata Nadiem.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Nadiem mengatakan, menggunakan nilai sebagai tolok ukur untuk prestasi siswa adalah sebuah kesalahan dalam pendidikan di Indonesia. Menurut dia, hal itu justru akan membebani siswa.

"Tapi kenyataannya sekarang apa yang dimaksud dan dimakna daripada suatu tes berskala nasional adalah evaluasi terhadap sistem pendidikan yaitu, ya sekolah dan area, ya geografis. Kenyataannya di lapangan itu menjadi tolok ukur untuk prestasinya siswa. Ini lah kesalahan yang menurut saya terjadi. Siswalah yang mungkin bisa dirugikan dan merasa dia itu gagal kalau angkanya tidak memadai dan lain-lain," tuturnya.

"Yang tadinya esensi kurikulum 2013 yang sangat baik sebetulnya yaitu unit multi disiplin, yang sebenarnya sangat baik esensinya. Karena banyaknya dan harus semuanya kejar tayang, jadinya itu menjadi secara otomatis proses penghapalan. Mau gimana lagi. Ya kan. Kasihan murid kita," sambung Nadiem.

Karena itu, eks bos Go-Jek itu pun berniat untuk mengevaluasi tolok ukur berskala nasional dalam pendidikan Indonesia. Nadiem ingin ke depannya tolok ukut tersebut tak membebani siswa maupun guru.

"Jadi itu yang akan kita kaji lagi. Tapi menurut saya secara personal, harus ada tolok ukur dalam skala nasional tapi formatnya jangan membebankan siswa siswi dan jangan membebankan guru ya. Harus berdasarkan apa yang kita cari yaitu sebenarnya kompetensi. Kita mencari kompetensi itu kuncinya, bukannya berapa jumlah informasi yang sudah terserap. Gitu ya. Kira-kira sampai situ. Jadi mohon sabar itu akan ditunggu kabarnya. Kami akan segera merumuskan rencana ke depan," pungkas dia.

Sementara itu, Anggota Komisi X Fraksi Partai Demokrat, Didi Irawadi mengaku setuju dengan usulan penghapusan ujian nasional (UN) di sekolah dihapus. Menurutnya, UN sudah tidak efektif dan dinilai salah satu pemborosan anggaran sekolah.

"Ujian nasional sudah tidak tepat dan efektif lagi, bahkan cenderung pemborosan dan tidak berkeadilan. Apalagi standar tiap sekolah tidak sama, utamanya sekolah-sekolah yang jauh dari akses pendidikan yang bermutu dan baik," kata Didi kepada wartawan, Jumat (29/11/2019).



Didi juga menilai UN merusak semangat belajar murid karena semangat belajar murid itu tertumpu bagaimana lolos UN bukan belajar untuk mencari minat dan bakat siswa. Lagipula, lanjut Didi, UN sudah bukan lagi penentu murid masuk perguruan tinggi bagi siswa yang duduk di bangku sekolah menengah atas.

"Juga ujian nasional sudah tidak menjadi penentu masuknya seorang murid ke perguruan tinggi, dengan diadakannya Ujian Tertulis Berbasis Komputer (UTBK)," katanya.

Pengamat pendidikan Indra Charismiadji menganjurkan Nadiem agar bisa mengganti UN dengan portofolio. Menurutnya, siswa harus memilki karya ketika sekolah.

"Era yang sekarang harusnya portofolio, berarti karya siswa dari hari pertama masuk sampai terus itu ada karyanya dibuat portofolio," kata Pengamat pendidikan Indra Charismiadji, kepada wartawan, Kamis (28/11/2019).

Indra mengatakan, UN yang selama ini diterapkan tak bisa menjadi tolak ukur kelulusan siswa. Dia kemudian menganalogikan UN seperti timbangan rusak.

"UN itu kan alat ukur, jadi UN itu kan sama kayak timbangan tujuannya untuk mengukur berat badan. Sayangnya UN kita itu timbangan yang rusak, artinya itu tak mengukur betul kemampuan siswa sudah terlampau banyak muncul ketidakjujuran atau diakalin dengan munculnya bimbel itu. Banyaknya bimbel muncul online maupun offline itu tanda mutu sekolah kita buruk, jadi justrunya yang buat munculnya bimbel dihilangkan, jadi evaluasinya harus diubah, jadi kalau fokus pembangunan SDM ya harus diubah," terangnya.


Lebih lanjut, Indra menjelaskan, karya sebagai hasil akhir masa pendidikan bisa berupa karya tulisan, gambar, barang, atau bahkan video game. Dia mengatakan, hasil karya yang tercipta itu merupakan hasil nyata dari implementasi teori di dalam kelas
Halaman 2 dari 3
(rdp/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads