PDIP: Kritik Mendagri Tito Soal Mudarat Pilkada Langsung Relevan

PDIP: Kritik Mendagri Tito Soal Mudarat Pilkada Langsung Relevan

Nur Azizah Rizki Astuti - detikNews
Jumat, 08 Nov 2019 10:52 WIB
Foto: Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - PDIP menanggapi positif pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang akan mengevaluasi pilkada langsung. PDIP setuju pemilu langsung menyebabkan biaya politik yang tinggi.

"Pemilu langsung selama ini selain berbiaya mahal, memunculkan oligarki baru, kaum pemegang modal dan yang memiliki akses media yang luas, serta mereka yang mampu melakukan mobilisasi sumber dayalah yang berpeluang terpilih," kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangannya, Jumat (8/11/2019).


Sistem pemilu langsung, selain menelan biaya tinggi, menurut Hasto juga berpotensi menyebabkan korupsi dan memunculkan ketegangan politik. Hasto menilai sistem politik seharusnya sejalan dengan demokrasi Pancasila.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sistem politik, sistem kepartaian, dan sistem pemilu harus senafas dengan demokrasi Pancasila yang mengandung elemen pokok perwakilan, gotong royong, dan musyawarah," ujarnya.



Sistem pemilu saat ini dinilai Hasto sudah berubah menjadi demokrasi yang didominasi kekuatan kapital. Karena itulah, Hasto mengatakan kritik Mendagri Tito tentang pilkada langsung relevan.

"Demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat tereduksi menjadi demokrasi kekuatan kapital. Dalam perspektif inilah kritik Mendagri terasa begitu relevan," tutur Hasto.


Di internal PDIP, kata Hasto, telah diterapkan praktik politik dengan sistem tes tertulis dan wawancara untuk seleksi pimpinan partai di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Pemilihannya, disebut Hasto, juga mengedepankan musyawarah tanpa voting.

"Hasilnya, kualitas kepemimpinan partai di semua tingkatan meningkat, berbiaya sangat murah, dan minim konflik. PDI Perjuangan menegaskan sebagai partai dengan biaya paling kompetitif dan efektif di dalam melakukan konsolidasi struktural partai," ungkapnya.



Sebelumnya, Tito Karnavian mempertanyakan relevansi sistem pilkada langsung dengan kehidupan demokrasi di Indonesia. Meski diakui ada manfaatnya, namun Tito tak menampik ada juga dampak negatifnya.

"Kalau dari saya sendiri justru pertanyaan saya adalah apakah sistem politik pemilu pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun? Banyak manfaatnya partisipan demokrasi meningkat. Tapi juga kita lihat mudaratnya ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau nggak punya Rp 30 miliar mau jadi bupati, mana berani dia," ujar Tito di kompleks parlemen, Jakarta Selatan, Rabu (6/11).


Untuk itu, Tito meminta agar sistem pilkada langsung dikaji ulang. Jika memang masih diperlukan secara langsung, setidaknya ada kajian untuk mengurangi biaya politik yang tinggi.

"Lakukan riset akademik. Boleh, kami dari Kemendagri akan melakukan itu, bagi yang lain institusi sipil, LSM, mari evaluasi. Bisa opsi satu tetap pilkada langsung tapi bagaimana solusi untuk mengurangi dampak negatif supaya nggak terjadi korupsi supaya nggak kena OTT lagi," katanya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads