"Selama diisi oleh politisi dan tidak menempatkan figur-figur profesional tapi malah orang-orang mantan anggota DPR, politik. Sehingga audit yang disampaikan itu jauh dari nilai profesionalitas. Makanya kita bisa melihat kontradiksinya, ini WTP kok terjadi korupsi. Ada WTP kok kemudian ada OTT dan segala macam," kata Feri kepada detikcom, Rabu (6/11/2019).
Feri menuturkan jika tidak diseleksi secara objektif, WTP dinilai tidak mencerminkan minimnya kasus korupsi. Dia mengatakan yang salah bukan penilaian wajar tanpa pengecualian (WTP) namun yang paling penting adalah penilainya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Kepala Perwakilan BPK Jatim Hari Purwaka pun mengungkap modus korupsi yang biasa terjadi di pemerintahan. Hari menyebut ada modus yang kerap dilakukan kepala daerah tersebut.
"Mungkin saya ambil contoh modusnya, permasalahan yang kami temui terkait dengan pengadaan barang dan jasa. Banyak yang mencoba mengambil keuntungan melalui pengadaan barang dan jasa, entah itu dari sisi rekanan atau dari sisi pengelola dari pemda," kata Hari dalam acara Workshop Media Apa di Balik Opini di Surabaya, Rabu (6/11/2019).
Setelah ada pemenang dalam tender tersebut, Hari menyebut biasanya para oknum ini bermain dalam hal pengurangan bahan baku hingga kualitasnya. Nantinya uang yang tersisa menjadi keuntungan para oknum.
"Dari sisi rekanan, tentu mereka mengambil keuntungan yang banyak dari pekerjaan yang dilakukan. Modus yang dilakukan, biasa setelah mereka memenangi pekerjaan, mereka coba bermain di bahan baku, entah itu di besinya atau mungkin bahan baku yang digunakan untuk mengurangi kualitasnya atau volumenya," papar Hari.
Tonton juga video Komitmen Polri-KPK: Bangun Sinergitas Lawan Korupsi!:
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini