"Kalau sekarang belum tepat, karena ini kan masa awal, perlu penataan. Tetapi salah satu kewenangan MPR itu mengubah UUD, itu mau digunakan atau tidak, tentu tergantung dari situasi dan kondisi, dan aspirasi masyarakat dan parpol yang ada," kata Jazilul di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi amendemen terkait pokok-pokok GBHN itu rekomendasi MPR yang lama ke yang baru. Rekomendasi tak mengikat, tapi rekomendasi itu hasil dari kajian yang mendalam dari MPR yang lama," ujarnya.
Jazilul mengaku PKB sudah melakukan kajian. Hasilnya, PKB setuju amendemen UUD 1945 terbatas.
"Posisi ketika melihat hasil dari badan kajian, PKB menyampaikan GBHN penting, diperlukan. Tinggal opsinya saja, PKB melalui Tap MPR. Kita menyetujui akan adanya amendemen terbatas. Tapi kapan dilaksanakan akan ada proses-proses, sehingga tak menimbulkan keributan," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, wacana amendemen UUD 1945 terkait GBHN menimbulkan kekhawatiran akan melebar. Menurut Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Gerindra, Ahmad Muzani, sebagian kelompok khawatir pembahasan amendemen menjalar ke pasal-pasal lain, seperti pemilihan presiden hingga masa jabatan kepala negara.
"Sebagai sebuah kemungkinan atau kekhawatiran bahwa itu bisa melebar ke kanan ke kiri saya kira bisa, karena istilahnya begitu GBHN diamendemen menjadi sebuah ketetapan MPR dan masuk dalam UUD, maka kemudian ada sisi lain yang harus dipertimbangkan," kata Muzani, Senin (7/10).
"Misalnya GBHN itu berdiri sendiri atau bagaimana, ukurannya bagaimana bahwa presiden telah melaksanakan GBHN, maka kemudian berpikir mandataris MPR lagi karena GBHN yang membuat MPR, presiden harus melaksanakan GBHN berarti presiden menjadi mandataris MPR. Kalau sudah mandataris MPR berarti presiden dipilih oleh MPR. Sebagai kemungkinan, itu mungkin terjadi, mungkin," sebut Muzani.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini