Menurut Hamdan, perbuatan tercela menjadi syarat paling mudah dibandingkan dengan syarat lain dalam memakzulkan presiden. Sebab, UUD 1945 tidak memberikan batasan yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan 'tindak pidana berat lainnya dan perbuatan tercela'. Dalam UU MK, perbuatan tercela hanya memberikan petunjuk yaitu perbuatan yang dapat merendahkan martabat presiden.
"Dengan demikian persoalannya adalah sampai sejauh manakah lingkuh dan batasan perbuatan tercela? Apalah diserahkan pada permainan politik di parlemen?" ujar Hamdan melontarkan diskursus.
Namun permainan politik di parlemen itu akan diuji oleh MK. Apakah berdasar konstitusi atau tidak. Jika tidak maka MK harus menyatakan pendapat DPR tidak benar. Batasannya, menurut alumnus Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar itu, tolak ukur perbuatan tercela adalah perbuatan yang melanggar hukum. Namun menjadi pertanyaan apakah pelanggaran hukum itu berarti melanggar UU semata atau ada tolak ukur lain.
"Misalnya pelanggaran sumpah jabatan presdien, pelanggaran UUD, pelanggaran UU lainnya yang tidak merupakan tindak pidana serta pelanggaran norma moral, norma agama dan lainnya," ujar Hamdan.
![]() |
Untuk menjawab hal itu, maka perlu dicari asal-usul munculnya kalimat 'perbuatan tercela' itu. Sehingga, Hamdan menarik kesimpulan, perbuatan tercela itu tidak hanya perbuatan yang diancam pidana kurang dari lima tahun penjara saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(asp/aan)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini