Syamsul merupakan hakim anggota dari majelis hakim MA yang mengadili kasasi Syafruddin Arsyad Temenggung yang saat itu berstatus terdakwa kasus korupsi terkait Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) yang ditangani KPK. Putusan kasasi itu melepas Syafruddin dari jerat hukum.
Baca juga: Ngopi-ngopi Hakim Kasus BLBI Berujung Sanksi |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sanksi yang dijatuhkan oleh MA telah tepat. Sebab bagaimana pun hal ini mengonfirmasi bahwa ada kejanggalan dalam putusan kasasi tersebut," ucap Peneliti ICW Divisi Hukum dan Monitoring Pengadilan, Kurnia Ramadhana, dalam keterangan persnya, Senin (30/9/2019).
Atas asumsi itu Kurnia berharap KPK melakukan penyelidikan lebih lanjut. Selain itu KPK diharapkan Kurnia mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan kasasi Syafruddin dengan dasar putusan sanksi si pengadil itu.
"Pertanyaan sederhananya adalah apakah ada sesuatu yang diberikan atau dijanjikan kuasa hukum pada hakim? Tentu pertanyaan ini harus dikonfirmasi lebih lanjut oleh KPK," kata Kurnia.
Selain itu Kurnia menyoroti pemberian sanksi ke Syamsul soal pencantuman namanya pada papan kantor hukum. ICW menyebut hal itu melanggar Pasal 21 huruf b Peraturan Bersama Ketua MA dan Ketua KY Nomor 02/PB/MA/IX/2012 - 02 /BP/P-KY/09/2012.
Tak hanya menyerang Syamsul, Kurnia juga meminta organisasi advokat memeriksa Ahmad Yani. Dia beralasan pertemuan yang dilakukan Ahmad Yani diduga melanggar Pasal 7 huruf d Kode Etik Advokat.
"Karena diduga mengadakan hubungan langsung dengan hakim yang sedang menangani perkara. Ini diatur dalam Pasal 7 huruf d Kode Etik Advokat yang menyebutkan bahwa dalam perkara pidana yang sedang berjalan, advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan jaksa penuntut umum," tuturnya.
Penjatuhan sanksi terhadap Syamsul itu sebelumnya disampaikan juru bicara MA hakim agung Andi Samsan Nganro. Dia menyebut Syamsul di-nonpalu-kan selama 6 bulan.
"Sudah diputuskan oleh Tim Pemeriksa MA dengan putusan bahwa Saudara Syamsul Rakan Chaniago dipersalahkan karena di kantor law firm masih tercantum atas namanya walau yang bersangkutan sudah menjabat sebagai hakim ad hoc Tipikor pada MA," kata Andi Samsan Nganro.
![]() |
Syamsul juga disebut melakukan pertemuan dengan Ahmad Yani sebagai salah satu pengacara Syafruddin pada 28 Juni 2019 di Plaza Indonesia. Padahal saat itu Syamsul duduk sebagai hakim anggota pada majelis hakim yang mengadili kasasi Syafruddin.
detikcom sudah menghubungi Syamsul meminta konfirmasi, tapi yang bersangkutan tidak berkenan untuk dipublikasikan.
Di sisi lain Ahmad Yani mengamini soal pertemuan itu. Namun dia menepis ada 'udang di balik batu' dalam pertemuan itu.
"Nggak ada pembicaraan apapun. Ketemu nggak sengaja. Kalau mau ketemu, ngapain di tempat terbuka? Gobloknya luar biasa dong. Baik Pak Syamsul atau saya. Kedua, kalau ada pembicaraan-pembicaraan, ngapain saya nongol lagi di KPK pada waktu Pak Syarifuddin dibebasin," kata Ahmad Yani.
KPK pun sebenarnya sudah angkat bicara. Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menyebut pemberian sanksi itu seolah memperjelas kontroversi.
"Bisa disebut informasi ini sebagai lembaran baru kasus BLBI atau setidaknya memperjelas beberapa kontroversi dan keraguan sebelumnya," kata Febri.
"Memang cukup mengejutkan juga ketika terbukti hakim agung bertemu dan berhubungan dengan pengacara terdakwa, apalagi untuk kasus sebesar ini. Semoga sanksi tersebut semakin memperjelas persoalan sebelum putusan lepas tersebut diambil di MA," imbuh Febri.
Latar Belakang
Syafruddin awalnya dijerat KPK dalam pusaran kasus itu sebagai tersangka. Kasus bergulir hingga akhirnya Syafruddin divonis bersalah dan dipenjara 13 tahun karena merugikan negara sekitar Rp 4,58 triliun terkait BLBI.
Tak terima akan vonis itu, Syafruddin mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Namun vonis itu malah diperberat menjadi 15 tahun penjara.
![]() |
Tak menyerah, Syafruddin membawa perkaranya itu ke MA dalam kasasi. Amar putusan kasasi itu kemudian dibacakan pada Selasa, 9 Juli 2019. Isinya menyebutkan bahwa perbuatan yang dilakukan Syafruddin, sebagai mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), sesuai dengan dakwaan KPK, tetapi MA menilai perbuatan Syafruddin bukan perbuatan pidana sehingga MA memutus lepas Syafruddin.
Namun tiga hakim agung yang mengadili kasasi itu memiliki pendapat yang berlainan. Ketua majelis Salman Luthan sepakat dengan putusan banding, sedangkan hakim anggota Syamsul Rakan Chaniago menilai perbuatan Syafruddin adalah perbuatan perdata. Lain pula dengan hakim anggota M Askin, yang menyebut perbuatan Syafruddin termasuk perbuatan administrasi.
Simak Video "Rommy Bandingkan Kasus BLBI dan OTT-nya, Bagaikan Semut vs Gajah"
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini