"Kami ketemu, bukan bertemu. 'Pertemuan' dengan 'ketemu' itu berbeda," kata Ahmad Yani saat berbincang dengan detikcom, Minggu (29/9/2019).
Ahmad Yani kala itu sedang membahas persiapan sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait kasus Pemilu 2019 di Plaza Indonesia. Tiba-tiba saja, ia ketemu dengan Syamsul Rakan Chaniago yang ada di kedai kopi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keduanya sama-sama aktif sebagai advokat di wadah Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin). Syamsul aktif di Ikadin Riau, Ahmad Yani di aktif di Ikadin Jakarta. Keduanya kerap bertemu di Munas Ikadin.
"Beliau anak didik Adnan Buyung Nasution, saya juga," cerita Ahmad Yani.
Ketemuan tidak sengaja itu akhirnya keduanya duduk satu meja sebagai teman lama. Saat itu, Ahmad Yani mengaku tidak lagi memegang perkara SAT karena sedang mengurus kasus pemilu. Saat ketemu itu, Ahmad Yani mengaku belum tahu siapa majelis hakim kasasi SAT. Ia mengaku baru tahu bila Syamsul Rakan Chaniago menjadi anggota majelis SAT setelah putusan itu diumumkan oleh Mahkamah Agung (MA).
"Nggak ada pembicaraan apapun. Ketemu nggak sengaja. Kalau mau ketemu, ngapain di tempat terbuka? Gobloknya luar biasa dong. Baik Pak Syamsul atau saya. Kedua, kalau ada pembicaraan-pembicaraan, ngapain saya nongol lagi di KPK pada waktu Pak Syarifuddin dibebasin," pungkas Ahmad Yani.
Syafruddin sebelumnya divonis 13 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Dia dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim, serta Dorodjatun Kuntjoro-Jakti selaku Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dalam penerbitan SKL BLBI.
Akibat perbuatan itu, Syafruddin disebut merugikan negara sebesar Rp 4,5 triliun terkait BLBI, karena menguntungkan Sjamsul selaku pemilik saham pengendali BDNI sebesar Rp 4,5 triliun.
Hukuman Syafruddin kemudian diperberat pada tingkat banding. Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhi hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
Vonis kemudian berubah pada tingkat kasasi. MA melepas Syafruddin karena menilai perbuatan SAT adalah perdata. Majelis berselisih paham. Dua setuju melepaskan SAT yaitu Syamsul Rakan Chaniago dan MS Lumme. Adapun ketua majelis, Salman Luthan memilih dissenting opinion dan setuju dengan hukuman 15 tahun penjara.
Syafruddin Divonis Lepas MA, KPK Tetap Yakin SKL BLBI Korupsi:
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini