Aturan itu tercantum dalam RUU PPP Pasal 71 A yang berbunyi:
Dalam hal pembahasan rancangan UU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat 1 setelah memasuki pembahasan daftar inventarisasi masalah pada periode masa keanggotaan DPR saat itu, hasil pembahasan RUU tersebut disampaikan kepada DPR pada periode berikutnya dan berdasarkan kesepakatan DPR, Presiden, dan/atau DPD, RUU tersebut dapat dimasukkan kembali ke dalam daftar Prolegnas Jangka Menengah dan/atau Prolegnas Prioritas Tahunan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menkum HAM Yasonna Laoly kemudian menjelaskan alasan penambahan aturan terkait carry over itu. Pasal itu, kata dia, untuk memberikan ruang agar aturan yang belum selesai dibahas pada periode sebelumnya bisa dibahas kembali pada periode selanjutnya. Carry over yang dimaksud adalah pengambilalihan pembahasan RUU oleh DPR periode baru daru periode sebelumnya.
"Jadi revisi UU PPP ini tentang pembentukan Per-UU-an ini kita sempurnakan. Karena kalau tidak ada ruang untuk membawa UU yang dibahas pada periode sekarang ke berikutnya terlalu banyak energi yang mubazir dan biaya," kata Yasonna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Yasonna kemudian mencontohkan pembahasan soal UU Penerimaan Negara Bukan Pajak (BNPB). Dia mengatakan, lantaran tidak ada aturan terkait carry over, DPR harus kembali membahas UU itu dari awal.
"Contoh dulu kita pernah membahas tentang UU PNBP dulu, ya kan waktu masuk periode ini nggak dibawa. Mulai lagi masuk proses awal naskah akademik, proses awal, rapat ini kan membuang waktu," kata dia.
"Jadi kalau ada UU yang sekarang ini di tengah jalan, masuk di DIM sudah bisa langsung nanti atas persetujuan bersama pemerintah dan DPR langsung di-carry over, tinggal bentuk pansus. Jadi kita tidak buang waktu dan buang energi," sambung Yasonna.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini