"Istilah 'mengembalikan mandat sebagai komisioner KPK' kepada Presiden itu tidak dikenal dalam undang-undang. Komisioner KPK bukanlah 'mandataris' Presiden," kata Yusril kepada wartawan, Senin (16/9/2019).
Komisioner KPK diseleksi oleh panitia seleksi yang dibentuk oleh Presiden untuk mendapatkan jumlah 10 orang. 10 Nama ini diajukan Presiden ke DPR untuk dipilih 5 orang. Presiden menetapkan nama kelima Komisioner itu sebagai pimpinan KPK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Yusril, presiden tidak berwenang mengelola KPK. Presiden justru dapat dianggap melanggar konstitusi jika menjadi 'pengelola KPK'. Tata cara pengelolaan KPK telah diatur dengan rinci dalam UU KPK itu sendiri. Sementara tidak ada satu pasal pun dalam UUD 1945 yg mengatur tentang KPK.
"Oleh karena UU tidak mengenal "penyerahan mandat" kepada Presiden, maka komisioner KPK wajib meneruskan tugas dan tanggungjawabnya sampai akhir masa jabatannya. Pasal 32 UU KPK menyatakab bahwa komisioner diberhentikan dari jabatannya karena masa jabatannya telah berakhir. Lain daripada itu, masa jabatan komisioner berakhir jika mereka mengundurkan diri, atau meninggal dunia sebelum masa jabatannya berakhir. Di luar itu, tidak ada mekanisme lain bagi komisioner untuk mengakhiri jabatannya," papar Yusril.
Bila presiden mengelola KPK, maka bisa melanggar konstitusi. Hal itu dinilai bisa sebagai jebakan.
"Ya itu bisa membuat presiden terjebak. KPK itu bersifat operasional menegakkan hukum di bidang tipikor. Sama halnya dengan polisi dan jaksa. Presiden tidak mungkin bertindak secara langsung dan operasional dalam menegakkan hukum," kata Yusril tegas.
(asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini