"Bagi kami ini betul-betul mencederai kepercayaan publik, bahkan mengkhianati janji politiknya Jokowi sendiri," kata peneliti TII, Alvin, kepada wartawan, Sabtu (14/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kembali ke soal revisi UU KPK, Alvin turut membela Ketua KPK Agus Rahardjo, yang menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Jokowi. Menurutnya, kalau memang revisi UU mau memperkuat KPK, seharusnya publik didengarkan dan KPK dilibatkan.
"Ini reaksi yang wajar dari KPK, penguatan KPK seharusnya tidak dilakukan dengan ngebut dalam tiga minggu, tidak mau mendengarkan publik dan tidak melibatkan KPK sama sekali," ujarnya.
Alvin menyatakan sepakatnya pemerintah dan DPR untuk melakukan revisi UU KPK sangat mengecewakan. Padahal, kata Alvin, seluruh negara sedang membangun lembaga antikorupsi yang independen.
"Ini sangat mengecewakan, terutama ketika negara-negara di seluruh dunia sedang membangun lembaga antikorupsi yang independen di masing-masing negara. Bahkan 10 negara teratas di indeks persepsi korupsi punya badan yang independen. Negara terbawah, seperti Sudan Selatan dan Somalia, sedang menguatkan kelembagaan yang independen dan bebas dari kepentingan," jelasnya.
Jokowi sebelumnya menyatakan sepakat UU KPK direvisi. Ada sejumlah poin yang dia sepakati dan dia menolak dalam draf revisi UU KPK yang dibuat DPR. Poin yang disetujui antara lain penyadapan dengan izin Dewan Pengawas, sedangkan yang dia tolak salah satunya adalah keharusan penyelidik dan penyidik dari Polri atau Kejaksaan saja.
"Saya tidak setuju terhadap beberapa substansi inisiatif DPR dalam RUU KPK yang berpotensi mengurangi efektivitas tugas KPK," kata Jokowi dalam jumpa pers di Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat (13/9).
Sikap pemerintah dan DPR tentang revisi UU KPK itu langsung mendapat kritik dari sejumlah pihak. Salah satunya Ketua KPK Agus Rahardjo, yang menyerahkan tanggung jawab mengelola KPK ke Jokowi.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini