Fikri terbaring lemah di rumah sakit selama hampir 5 hari. Kedua matanya yang pedih dan berair membuat ia tidak dapat melihat. Kedua matanya terpaksa harus diperban untuk pengobatan.
Baca juga: Kabut Asap dari Riau Sudah Sampai di Sumut |
Sari, ibunda Fikri menceritakan, awalnya anaknya mengalami sakit pada kedua matanya pada Rabu (4/9). Saat itu, kondisi kedua mata anaknya itu perih lalu berair hingga tidak dapat dibuka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kata Dokter ada pengaruh dari asap juga. Tapi kita juga belum tahu pasti kan. Yang jelas, awal mulai terasa sakit mata anak saya, ketika ia saat pulang sekolah. Asap di kawasan rumah saya itu sudah sangat pekat dan abu juga berterbangan sampai masuk rumah warga, kondisi anak saya itu sempat juga panas tinggi dan sesak nafasnya sehingga saya harus membawanya ke rumah sakit untuk diperiksa,'' kata Sari saat ditemui di ruang rawat di Rumah Sakit Siloam, Jambi, Jalan Soekarno Hatta, Pall Merah, Kota Jambi, Jumat (13/9/2019).
Selama 5 hari dirawat, Sari menjelaskan mata anaknya hingga saat ini belum dapat dibuka. Selain itu, ia juga menyebutkan asap pekat yang menyelimuti tempat tinggalnya di Desa Talang Babat, Kecamatan Sabak Barat, Tanjung Jabung Timur, Jambi membuat kondisi udara di sana sangat tidak sehat.
"Selain anak saya, kondisi yang sama seperti ini juga terjadi pada 4 orang anak lainnya di tempat tinggal saya itu, matanya juga tidak dapat dibuka, mengecil lalu mengeluarkan air, tetapi sudah bisa sehat lagi. Hanya saja yang parah anak saya ini,'' ujarnya.
Al Fikri hingga kini masih menjalani perawatan. Pihak dokter di rumah sakit belum dapat ditemui.
Sementara itu, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Jambi mendeteksi sejak Juli 2019 hingga kini total luas lahan yang terbakar di Jambi mencapai 18 ribu hektare. Luas lahan yang terbakar itu termasuk lahan gambut seluas 8 ribu hektare, serta lahan HTI 3.400 hektare, perkebunan kelapa sawit 4.300 hektare, EX HPH 1.100 hektare, lahan di konsesi restorasi ekosistem hampir 6 ribu hektare, dan 2.900 hektare lainnya lahan masyarakat
"Penyebab utama terjadinya kebakaran hutan dan lahan ini adalah karena kemarau yang berkepanjangan lalu adanya pembukaan lahan dengan cara membakar. Hanya saja di tahun 2019 ini masih ada terjadi hujan sehingga kebakaran ini tidaklah begitu masif seperti di tahun 2015. Walau kebakaran lahan ini masih dalam skala yang lebih kecil dibanding tahun 2019 dampak kebakaran itu bisa menyebabkan kabut asap,'' kata Direktur KKI Warsi Jambi, Rudisyaf kepada detikcom. (idh/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini