Solo - Gara-gara kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dua kali sepanjang tahun 2005 dan membanjirnya produk pakaian selundupan, membuat perusahaan-perusahaan tekstil gulung tikar. Sedikitnya 3.000 karyawan buruh pabrik tesktil di Surakarta di PHK sepanjang tahun 2005 ini. Surakarta memang dikenal sebagai pusat perusahaan tekstil dan produk tekstil (TPT). Dari puluhan perusahaan, sampai saat ini yang bergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ada 65 pengusaha. Itu belum terhitung ratusan usaha konveksi atau industri rumah tangga. Perusahaan TPT di Surakarta sebagian besar berada di Sukoharjo, disusul Karanganyar lalu Sragen dan Boyolali.Sekretaris Apindo Surakarta Pang Supardi kepada
detikcom, Kamis (27/10/2005), mengatakan semenjak terjadi kenaikan BBM tahap pertama tahun 2005 pada bulan Maret, banyak perusahaan TPT sudah merasakan kesulitan menyeimbangkan biaya operasional dengan pendapatan yang masuk. Apalagi setelah disusul dengan kenaikan harga BBM tahap kedua awal Oktober lalu."Sepanjang 2005 ini hampir 3.000 karyawan di beberapa perusahaan terpaksa diberhentikan. PT Danliris di Sukoharjo mem-PHK hampir 2.000 karyawannya, lalu PT Tyfountex di Sukoharjo mem-PHK 500 karyawan, serta PT AD-Tex Boyolali 15 karyawan. Saya tidak bisa menghitung PHK yang dilakukan perusahaan kecil-kecil di luar Apindo yang kolaps karena kondisi ini," paparnya.Dengan harga BBM sangat tinggi, lanjut Supardi, secara langsung mempengaruhi biaya energi yang harus ditanggung perusahaan. Menurutnya, pada waktu beban puncak biaya yang harus dikeluarkan mencapai empat kali lipat dari sebelumnya. Faktor lain menjadi faktor krisis adalah perusahaan tidak dapat menjual produk karena kalah bersaing dengan produk selundupan."Sebagian besar perusahaan terpaksa menyimpan produknya ke gudang, sementara para karyawan menolak dirumahkan meskipun hanya sementara waktu. Ini beban sangat berat bagi pengusaha. Jika Pemerintah tidak menempuh kebijakan-kebijakan khusus serta tidak tegas memberantas barang selundupan, kami khawatir akhir2005 banyak perusahaan TPT bertumbangan," kata dia.Jangan Hanya Mau UntungnyaMenanggapi keluhan tersebut, Wakil Bupati Sukoharjo M Toha meminta kepada seluruh pengusaha agar memperlakukan PHK sebagai pilhan terpahit dan langkah terakhir. Dia juga meminta agar perusahaan mempertimbangkan sisi kemanusiaan dan ekses sosial akibat PHK dengan mengubah orientasi hanya mau untungnya.Kepada detikcom, Toha mengatakan selain perusahaan TPT, keluhan juga datang dari industri plastik dan kerajinan rotan. Industri plastik mengeluhkan kenaikan harga BBM dan mahalnya bahan baku impor karena kejatuhan harga rupiah. Kerajinan rotan mengeluhkan kelangkaan bahan baku akibat peraturan terbaru Mendag mengijinkan ekspor rotan mentah."Tadi pagi saya bertemu sejumlah pengusaha, saya sampaikan berbagai pertimbangan kondisi. Salah satunya saya tekankan perusahaan jangan hanya mau untungnya. Kalau misalnya selama dua tiga bulan ada trend menurunjangan dijadikan alasan PHK. Kalau pas bulan sepi pesanan yang dikerjakan seluruh karyawan, sebab pada bulan-bulan tertentu ada masa ramai lagi," kata dia.Toha berharap Pemerintah Pusat menindak tegas penyelundup tekstil dengan sanksi berat karena mematikan produk dalam negri. Selain itu juga harus ditempuh kebijakan khusus untuk mengantisipasi kerawanan. "Sedangkan untuk ekspor rotan mentah, saya pikir perlu dikaji kembali jika ternyata peraturan itumelumpuhkan usaha dalam negri," lanjutnya.
(jon/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini