Aktivis Perempuan Nilai RUU PKS Tersandera oleh RUU KUHP

Aktivis Perempuan Nilai RUU PKS Tersandera oleh RUU KUHP

Lisye Sri Rahayu - detikNews
Selasa, 10 Sep 2019 15:26 WIB
Foto: Diskusi 'Tolak RUU KUHP, Sahkan RUU PKS' (Lisye-detikcom)
Jakarta - Aktivis Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Ratna Batara Munti, menyebut RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) harusnya segera disahkan. Ratna menilai RUU PKS seolah-olah tersandera oleh RUU KUHP.

"Tampaknya yang berjalan itu semua tidak sesuai dengan yang kita harapkan. RUU KUHP idealnya harusnya tidak disahkan ditengah masih banyak persoalan lain," ujar Ratna saat diskusi 'Tolak RUU KUHP, Sahkan RUU PKS' di Kantor DPP Partai Solidaritas Indonesia, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Selasa (10/9/2019).

"RUU PKS terlalu tinggi emergensinya untuk harusnya segera disahkan tetapi dibikin tersandera juga sama RUU KUHP," tegas Ratna.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Ratna menilai DPR seolah-olah memprioritasnkan pembahasan RUU KUHP, baru kemudian RUU PKS. Ratna menyebut pembahasan RUU PKS tidak sesuai yang dia harapkan.

"Jadi seolah-olah yang diwacanakan itu RUU KUHP itu harus dibahas dulu karena itu generalinya, kemudian baru membahas RUU PKS bahkan juga di DPR Panja Komisi VIII yang bertanggungjawab tidak dibahasnya RUU tersebut sesuai dengan yang kita harapkan, mencari kambing hitam, melemparkan bahwa ini kan banyak rumusan pidananya harus diselesaikan dulu di Komisi III," kata dia.



Sementara itu, Ratna merasa pesimistis DPR bisa mengesahkan RUU PKS sebelum pelantikan anggota DPR periode 2019-2024. Padahal menurut Ratna usulan sudah diberikan sejak tahun 2015.

"Sampai saat ini kita masih pesimis itu disahkan pada periode ini, padahal ini sudah lama masuknya, cukup lama, 2015 diusulkan," imbuh Ratna.

Aktivis perempuan itu juga membeberkan alasan urgensinya disahkan RUU PKS karena kekerasan seksual kian meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data 5 tahun terakhir, kekerasan seksual semakin tinggi dan menjadi viral di media sosial.



"Komnas perempuan mencatat, dari tahun 2001 sampai 2011 ada 15 jenis kasus kekerasan seksual. Setiap dua jam 3 perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Bahkan 5 tahun terakhir inilah semakin tinggi dan terus beredar, terus menjadi viral, terakhir yang kita dengar di Mojokokerto ada proses kebirinya. Lalu diberbagai kampus banyak sekali pelecehan seksual," lanjutnya.

Ratna menyebut, sejak 2014 dia sudah menyuarakan bahwa Indonesia darurat kekerasan seksual. Setidaknya tiap tahun sekitar 7 ribu kekerasan seksual selalu terjadi.

"Jadi memang dari 2014 sudah dideklarasikan darurat kekerasan seksual. Setiap tahun kasusnya itu sekitar 5000, 6000 sampai 7000 hanya untuk kekerasan seksual. Ini sekarang menjadi nomor dua setelah KDRT," lanjutnya.



Sementara itu, Pakar Hukum Pidana, Albert Aries mengatakan RUU PKS harusnya segera disahkan. Albert juga menyoal tingkat kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia.

"Urgensi RUU PKS, menurut saya ini lebih urgent, kenapa? Karena tingkat kekerasan seksual di Indonesia," kata Albert.

Albert mengatakan kekerasan seksual cenderung terjadi karena keluarga besar masih tinggal dalam satu atap. Sehingga muncullah kekerasan seksual di lingkungan keluarga.

"Apalagi, kita memang jarang melihat, pergilah ke daerah Indonesia bagian timur itu satu rumah itu isinya kakek, nenek, paman, bibi, ponakan, tidurnya bareng-bareng juga, akhirnya terjadilah pelecehan seksual di dalam keluarga. Ini realita yang kita tak boleh tutup mata lo, dan ini urgent," lanjutnya.

Albert menilai kekerasan seksual di lingkungan keluarga susah disentuh oleh hukum. Sementara itu, Albert menyebut hukum juga sulit ditegakkan karena terbentur dengan tradisi di masyarakat.

"Lalu ketika penegakan hukum mau masuk proses permasalahan ini supaya tidak terjadi hal yang serupa, nampaknya sulit juga nampaknya kuat selakali masyarakat sederhana dan sebagainya," pungkasnya.

Dengan demikian, Albert menekankan bahwa perlunya RUU PKS untuk segera disahkan. Supaya adanya perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual.

"Ini merupakan suatu urgensi bahwa korban kekerasan seksual harus mendapat perlindungan dari negara agar terbebas dari setiap bentuk kekerasan seksual," kata dia.

Diketahui, RUU PKS hingga saat ini masih menjadi pembahasan di DPR. Wakil Ketua Komisi VIII dari F-PKB Marwan Dasopang mengatakan penyelesaian RUU PKS masih menunggu RUU KUHP. Sebab, ada aturan-aturan di mana RUU PKS menginduk pada RUU KUHP, khususnya tentang pemidanaan pemerkosaan, pencabulan, dan perzinaan.

Sedangkan RUU KUHP rencananya akan disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 24 September 2019 mendatang. Namun, hingga saat ini masih ada sejumlah pasal yang mendapat sorotan banyak pihak. (lir/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads