RUU KUHP Tak Pidanakan Aborsi Korban Perkosaan, Ini Detailnya di UU Kesehatan

RUU KUHP Tak Pidanakan Aborsi Korban Perkosaan, Ini Detailnya di UU Kesehatan

Andi Saputra - detikNews
Rabu, 04 Sep 2019 17:51 WIB
Ilustrasi (Dok. detikcom)
Jakarta - RUU KUHP tidak menghapus pasal-pasal di UU Kesehatan tentang aborsi korban perkosaan. Dalam UU Kesehatan tersebut, aborsi dibenarkan sepanjang untuk alasan medis dan korban pemerkosaan.

RUU KUHP hanya menghapus dan mencabut pasal di UU Kesehatan terkait jual-beli organ. "Pasal 64 ayat (2) dan Pasal 192 jo Pasal 64 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," demikian bunyi draf RUU KUHP Pasal 626 ayat 1 huruf n yang dikutip detikcom, Rabu (4/9/2019).


Pasal yang dihapus itu mengatur larangan jual-beli organ dan/atau jaringan tubuh dengan dalih apapun. Adapun pasal-pasal di UU Kesehatan lainnya tidak dihapus, termasuk soal aborsi. Pasal 75 UU Kesehatan selengkapnya berbunyi:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.



Pasal 76

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

"Ya kalau misalnya alasan-alasan yang bisa, alasan medis, kesehatan, ya kan, tentu dia nggak bisa dipidana. (Pasal 472 ayat 3) itu kan sudah include (dokter dan perempuannya) itu," kata anggota Panja RUU KUHP dari F-PKS, Nasir Djamil.
Halaman 2 dari 2
(asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads